close
Islam

Menaati Ulil Amri Adakah Melazimkan Cinta

A horizontal shot of the desks inside of the Scottish parliament building

Sebagian orang tercampuraduk antara ketaatan kepada ulil amri dengan kecintaan terhadap mereka. Maka mereka mengira bahwa taat itu mengharuskan cinta, dan bahwa taat itu berdasarkan ada atau tidaknya cinta: Jika ada kecintaan dia taat. Jika tidak cinta, maka dia tidak taat. Sebagaimana kaidah bahwa hukum itu ada bersamaan dengan sebabnya.

Dan ini adalah kekeliruan, karena sebab dari kedua hal tersebut berbeda, yaitu antara sebab kewajiban taat dengan kewajiban cinta. Sejatinya, taat itu sebabnya adalah wilayah (kekuasaan), sedangkan cinta itu penyebabnya adalah sikap dalam beragama.

Maka seorang pemimpin ditaati dalam perkara ma’ruf adalah karena dia waliyyul amr (penguasa). Adapun kecintaan, ia dicintai lantaran agamanya. Maka sesuai kadar imannya ia dicintai, dan sesuai kadar maksiatnya ia dibenci. Bukan merupakan konsekuensi dari kebencian ini; melepaskan ketaatan darinya. Juga tidak berarti boleh menghinanya atau melanggar hak-haknya.

Maka jika dia melakukan kekeliruan yang nyata terlihat dan tak mungkin ditakwil, maka kesalahannya tidak untuk dibenarkan. Namun juga tidak membicarakannya di majelis-majelis, hanya boleh sekedar memperingatkan manusia dari kesalahan tersebut. Lalu juga tidak mengeksposnya, disebabkan haramnya mengingkarinya secara terang-terangan, dan karena pengingkaran dengan cara semacam itu akan menimbulkan kerusakan yang besar.

Dan, akhirul kalam, segala puji bagi Allah atas sikap pertengahan dari salafiyah ahlus sunnah wal jama’ah. Dan kesalahan sebagian orang yang menyandarkan dirinya pada salafiyah dalam masalah ini, tidaklah menjadikan hal tersebut sebagai bagian dari manhaj salaf. Karena kesalahan sebagian salafi tidaklah disandarkan pada salafiyah, sebagaimana kesalahan sebagian muslim tidak disandarkan kepada Islam.

Wallahu a’lam.

Oleh: Syekh Dr. Ahmad Muhammad Shadiq An Najjar
*Diterjemahkan oleh Ristiyan Ragil Putradianto

Tags : trendingulil amri

The author Redaksi Sahih

Leave a Response