close
AkidahIslam

Baha’i: Produk Ideologi Syiah Itsna Asyariyah

Baha'i Produk Ideologi Syiah Itsna Asyariyah

Beberapa waktu belakangan, agama Baha’i menjadi pembahasan hangat di Indonesia. Hal tersebut adalah respons terhadap Menag yang menyelamati hari raya agama Baha’i.

Sebenarnya, jika kita merujuk kepada banyak literatur dari ulama-ulama Islam, ihwal mengenai kesesatan Baha’i bukanlah sesuatu yang baru. Di antaranya, Rasyid Ridha, beliau mengatakan, “Barang siapa dari seorang muslim mengetahui agama Baha’i, memujinya dan membenarkannya, dan bersaksi bahwa itu adalah kebenaran, juga perbaikan atas Islam, pemimpinnya maksum yang kebatilan tidak ada di hadapannya maupun di belakangnya, maka ia murtad dari Islam, meskipun ia mengaku Islam.”

Bagaimana sebenarnya agama Baha’i itu sehingga ia difatwakan sesat?

Sejarah
Disebutkan dalam beberapa literatur bahwa Baha’i merupakan kelanjutan dari sekte Babiyah, yang mana sekte tersebut merupakan pecahan dari Syiah Itsna Asyariyah. Saat itu, di wilayah Persia ada seorang yang bernama Mirza Ali Muhammad al-Syirazi (1819—1850), orang-orang lebih suka memanggil dia dengan sebutan ahlu al-Bayan.

Saat itu, pengikut Syiah sedang galau menunggu imam terakhir mereka yang yang hilang komunikasi sejak tahun 200-an Hijriah. Oleh karenanya, perlu seorang mediator sebagai penghubung antara umat dan imam muntazhor (yang ditunggu) tersebut. Maka dari itu, di antara mediator tersebut adalah Mirza Ali Muhammad al-Syirazi yang menyebut dirinya sebagai al-Baab, pengikutnya yang menisbahkan diri kepadanya disebut al-Baabiyah.

Awalnya, dia merupakan pengikut aliran tasawwuf batiniyyah sesat dari tarekat Syikhiyyah yang diprakarsai oleh gurunya, Al-Ahsa’i dan Khazim al-Rusti—pikiran keduanya dipenuhi dengan beragam kesesatan, bid’ah, dan khurafat.

Kemudian, seiring waktu semakin bertambahlah kesesatannya sehingga ia mengaku sebagai al-Mahdi. Setelahnya, ia mengaku sebagai nabi dan mengeklaim bahwa Allah telah menurunkan kitab suci baginya yang bernama al-Bayan. Hal tersebut membuat dia ditangkap oleh pemerintah setempat. Hingga menjelang matinya, dia mengaku sebagai al-A’la. Disebabkan dahsyatnya fitnah, kekufuran dan kesesatannya, dia dihukum mati oleh pemerintah pada Juli 1850.

Setelah matinya Mirza Ali Muhammad al-Syirazi, salah seorang pengikutnya yang bernama Mirza Husain Ali al-Mazandarani mengaku bahwa dia mendapatkan wasiat sebagai penerus kepemimpinan dari sekte al-Baabiyah. Kemudian, dia menjadi pemimpin mereka dan menggelari dirinya dengan Baha’ullah yang artinya keindahan Allah.

Sebagaimana pepatah yang masyhur guru kencing berdiri, murid kencing berlari, sang murid yang menjadi pewaris sang guru yang sesat tadi, kemudian mengikuti jejak sang guru dan mengaku sebagai nabi. Para pengikutnya menisbahkan diri mereka dengan Baha’iyyah, mereka memiliki sebuah kitab suci yang dinamakan al-Aqdas (yang tersuci). Konon, mereka menyebutkan bahwa agama mereka memansukhkan seluruh agama sebelumnya dan memansukhkan seluruh kitab suci yang lain, kecuali kitab al-Bayan kepunyaan gurunya.

Di akhir kehidupannya, disebutkan bahwa ia (al-Baha’) menderita kegilaan. Hal tersebut diketahui dari larangan untuk orang-orang dari menemui ayahnya. Sepeninggal al-Baha’ pada 1892, penafsir yang “legal” atas teks-teks dari al-Aqdas dipegang oleh anaknya, Abbas Afandi, yang melakabkan dirinya dengan Abdul Baha’.

Ajaran
Sebagaimana pendahulu-pendahulu mereka dari penyeru kesesatan telah menyeru manusia, demikian pula mereka menyeru manusia kepada kesesatan yang telah tampak jelas dari dzahir ajaran mereka. Orang-orang yang berakal bahkan tidak perlu berpikir untuk mengetahuinya, di antara asas-asas ajaran mereka adalah sebagai berikut.

  • Memercayai al-Baha’ sebagai avatara dari Allah di muka bumi. Hal ini persis sebagaimana kepercayaan hinduisme atas Rama atau Khrisna sebagai Avatara Vishnu.
  • Mengingkari Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir dan meyakini al-Baha’ sebagai nabi terakhir.
  • Mereka mengingkari hari akhir, surga, dan neraka.
  • Mereka mengingkari adanya mukjizat-mukjizat kenabian.
  • Mereka melarang ditegakkannya jihad dan mengharamkan hijab bagi wanita.
  • Ibadah sholat mereka hanya sembilan rakaat, dikerjakan dalam tiga waktu.
  • Mereka mengatakan bahwasanya seluruh kitab suci telah mansukh dengan adanya kitab suci mereka yang dinamakan al-Aqdas.
  • Mereka mencampuradukkan ajaran agama-agama (sinkretisme) yang merusak eksklusivisme beragama.
  • Dan lainnya dari kesesatan mereka.

Fatwa Ulama
Sejarah sudah menyebutkan setiap ada kesesatan yang timbul, para ulama Islam akan senantiasa membantah kesesatan mereka dan memperingati umat dari bahaya ajaran mereka. Demikian pula terkait dengan Baha’iyyah ini, para ulama dari Timur dan Barat telah menulis kitab-kitab dan mengeluarkan fatwa-fatwa tentang ajaran mereka.

Di antaranya, Syaikh Ihsan Ilahi Dzhahir rahimahullah, beliau mengupas keburukan ajaran mereka dalam sebuah kitab yang dinamakan al-Baha’iyyah. Kemudian, ada Syaikh Muhammad Rasyid Ridha rahimahullah yang telah kita sebutkan di awal tulisan.

Selain itu, ada banyak fatwa terkait dengan Baha’iyyah ini. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan, “Jika benar keyakinan Baha’iyyah sebagaimana yang telah kalian sebutkan, maka tidak ada keraguan lagi akan kekafiran mereka, dan haram menguburkan mereka di pekuburan kaum muslimin.”

Ulama al-Azhar al-Syarif telah sepakat mengenai sesatnya ajaran ini dan barang siapa meyakininya, mereka murtad dari Islam. Darul Ifta juga menyatakan hal yang senada bahwa Baha’i bukan ajaran Islam, dan siapa yang mengafirmasi ajaran ini bukanlah seorang muslim.

Mufti Kerajaan Sabah memfatwakan, “Bahwa ajaran Baha’i ini adalah sesat dan siapa pun yang terlibat dengan ajaran Baha’i ini dapat mengakibatkan kemurtadan.”

Syaikh Jadul Haq rahimahullah memfatwakan, “Tidak sah pernikahan seorang wanita muslimah dengan lelaki Baha’i, pernikahan itu batal dari segi syariat dan hubungan suami-istri itu haram sebagaimana perzinaan.”

Kesimpulan
Telah ijma’ ulama kaum muslimin bahwa Baha’iyyah adalah sebuah aliran sesat dan bukan bagian dari Islam, pemeluknya haram untuk dikuburkan di pekuburan kaum muslimin. Wajib bagi setiap muslim untuk menolak eksistensi ajaran ini dan memerangi ideologi mereka. Siapa pun dari seorang muslim yang mengakui kebenaran aliran ini, mereka murtad tanpa keraguan.

Semoga Allah ta’ala melindungi kita dari beragam kesesatan dan mewafatkan kita dalan keadaan muslim.

Penulis: Misbahul
Editor: Teuku Zulman Sangga Buana 

Referensi:
– Kajian Dr. Firanda Andirja tentang Baha’iyyah
– Dorar.org
– Binbaz.org
– Darulifta.org
Fatawa Kibarul Ulama al-Azhar al-Syarif fi al-Baha’iyyah wa al-Qadyaniyyah

Tags : aqidahdakwahislam

The author Redaksi Sahih

Leave a Response