close
FeatureKabar Nasional

Sengkarut Nasib Garuda: Akankah Tetap Mengangkasa?

Sumber Foto: Pixabay.com

Bangkrut. Itulah kata yang mengemuka di benak banyak orang tentang PT. Garuda Indonesia Tbk kini. Sangkaan itu terus menyeruak di tengah upaya perusahaan dalam merestrukturisasi hutangnya. Kondisi keuangan perusahaan penerbangan multinasional itu terus memburuk. Lonjakan hutang terjadi dalam tingkat yang sangat parah sepanjang tahun 2021, dari yang awalnya 20 triliun, meningkat menjadi 70 triliun. Hutang-hutang itu membunga sebanyak 1 triliun setiap bulannya, sebagai imbas penundaan pembayaran yang dilakukan perusahaan. Kondisi tersebut diperparah lagi dengan biaya operasional perusahaan yang mencapai sekitar 150 juta dolar/bulan, tiga kali lipat pemasukan bulanan yang hanya sekitar 50 juta dolar, ibarat pepatah besar pasak daripada tiang.

Dengan sakit kian parah yang menjalari tubuh perusahaan, maka tak heran jika anggota komisi VI DPR-RI, Evita Nursanty mendukung opsi penutupan perusahaan pelat merah tersebut. Itu adalah opsi yang paling masuk akal jika negosiasi dengan para lessor, lender, dan pemegang sukuk global gagal dilakukan. Opsi penutupan menjadi satu-satunya pilihan setelah DPR menyampaikan bahwa penyertaan modal negara (PMN) tidak mungkin dilakukan karena jumlah hutang yang terlampau besar.

Meski begitu, Dirut Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyebutkan bahwa itu adalah pandangan dari pihak BUMN sebagai pemilik saham tertinggi. Adapun pihaknya terus melakukan pemulihan kinerja yang utamanya melalui restrukturisasi secara menyeluruh. Di samping itu, kondisi pandemi Covid-19 yang mulai terkendali dan mulai dibukanya sektor pariwisata dalam negeri, akan jadi momentum penting dalam langkah perbaikan kerja yang terus dioptimalkan. Dengan itu semua, ia optimis industri penerbangan nasional dapat kembali ke arah positif.

Sejarah Panjang PT Garuda Indonesia

Sebenarnya, krisis yang dialami PT Garuda Indonesia saat ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Namun, harus diakui bahwa ini adalah yang paling parah. Pada 1987 silam misalnya, Garuda mendapatkan nilai sebagai BUMN yang paling membebankan negara (baca: rugi). Kemudian sepanjang tahun 93 hingga tahun 1998, Garuda Indonesia tidak pernah mencatat keuntungan sekali pun, bahkan terancam roboh. Berbagai upaya dilakukan untuk memperbaiki perusahaan penerbangan nasional itu, mulai dari restrukturisasi, dibayarkan hutang oleh pemerintah,  memangkas banyak jabatan, menghilangkan tiket gratis, mengurangi jumlah armada, bahkan pada 1997 Garuda harus melakukan revitalisasi dengan menjual beberapa asetnya.

Baru kemudian pada 1999 Garuda mengalami untung untuk pertama kalinya sejak terakhir kali mengalami keuntungan satu windu silam, 1992. Meskipun begitu, keuntungan tersebut tidaklah dapat menutupi beban hutang yang ada, sehingga Garuda sejatinya tetap saja seperti biasa: merugi.

Dalam sebuah laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada tahun 2000 yang diungkap oleh Indonesian Corruption Watch (ICW), negara mengalami kerugian sebesar 8,5 triliun akibat KKN yang marak di tubuh PT Garuda Indonesia selama masa orde baru.

Pasca reformasi, nasib Garuda yang diharapkan membaik ternyata tidaklah banyak berubah. Sepanjang 2004 hingga 2006 Garuda terus mencatat kerugian, baru kemudian pada 2007 Garuda Kembali memperoleh keuntungan. Puncaknya, adalah saat-saat ini, seolah mengulangi masa lalu yang sempat terancam kolaps, kini ancaman tersebut kembali menghampiri maskapai Nasional Indonesia sekali lagi dan lebih parah lagi. Akankah Garuda dapat pulih dan tetap mengangkasa?

Imbas Pandemi

Tahun 2019 silam, Garuda menderita rugi bersih senilai 38,94 juta dolar.  Kemudian, pada kuartal ketiga tahun 2020 kerugian itu melonjak hingga 1,07 miliar dolar. Kondisi tersebut semakin diperparah oleh keadaan pandemic, sehingga upaya memperbaiki neraca keuangan tidak dapat dicapai. Sudah jatuh tertimpa tangga, demikian nasib yang dialami PT Garuda Indonesia.

Di samping masalah-masalah lainnya, pandemi adalah hal yang paling menghantam. Kita tahu, penerbangan adalah salah satu sektor yang paling terdampak oleh pandemi. INACA (Indonesia National Air Carriers Association) menyebutkan sepanjang Januari-April 2020, penurunan jumlah penumpang baik untuk penerbangan domestik maupun internasional begitu signifikan, hampir mencapai 50% dari jumlah biasanya. Hampir 17.000 pesawat harus diparkir di bandara di seluruh dunia, IATA (International Air Transport Association) menambahkan bahwa 4,8 juta pekerjaan akan hilang selama pandemi ini.

Pandemi dapat dikatakan sebagai sebuah pukulan telak yang membuat KO beberapa maskapai penerbangan, apakah Garuda Indonesia akan turut KO?

Upaya Penyelamatan Burung Besi Nasional

Sebagai maskapai kebanggaan Indonesia, tentu saja kebangkrutan Garuda sangat disayangkan, terlebih ia menghidupi banyak orang di Indonesia ini. Oleh karenanya, upaya dalam menanggulangi krisis ini dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari pihak perusahaan hingga BUMN.

Tercatat per Agustus 2021, sebagai langkah mengurangi beban keuangan perusahaan di tengah pandemi Covid-19, direksi terpaksa merumahkan selamanya 1.691 karyawan. Selain itu, langkah efisiensi juga dilakukan dengan memangkas gaji, mulai dari pegawai sampai direksi hingga mencapai 50%. Para pilot pun dirumahkan secara bergantian sebagai bagian dari usaha efisiensi. Di samping itu, kontrak kerja terhadap pegawai kontrak pun diselesaikan lebih cepat dan penerimaan tenaga kerja juga distop sementara waktu. Semua langkah tersebut dilaksanakan dalam ruang lingkup yang oleh Irfan disebut rasionalisasi SDM.

Sementara itu, dalam upaya menyelamatkan maskapai nasional ini, BUMN membentuk Project Management Office (PMO) Restrukturisasi PT Garuda Indonesia Tbk. Di samping itu, pemerintah juga memberikan dukungan berupa penerbitan Obligasi Wajib Konversi senilai 8,5 triliun. Di samping itu pula, sejumlah BUMN juga ikut bahu-membahu dalam menyelamatkan maskapai nasional tersebut, misalnya Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang memberi suntikan dana sebesar 1 triliun. PT Angkasa Pura I dan II serta Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI)  juga tak mau kalah, begitupun PT Pertamina yang memberikan relaksasi hutang bagi PT Garuda Indonesia.

BUMN sendiri membenarkan sudah menyiapkan langkah lain sebagai antisipasi jika restrukturisasi dan negosiasi yang sedang ditempuh tidak berjalan dengan baik, langkah tersebut adalah menyiapkan PT Pelita Air Service (PAS) sebagai pengganti PT Garuda sebagai perusahaan burung besi pelat merah.

Apakah ini adalah akhir dari maskapai dengan nama yang mencerminkan simbol Negara Republik Indonesia ini? Kita masih terus menunggu jawabannya.

Penulis: Misbahul
Editor: Nauval Pally Taran

Tags : bangkrutBUMNgaruda indonesiaindonesiamaskapaipandemi

The author Redaksi Sahih

Leave a Response