close
Feature

Tentang Dunia Modern yang Membutuhkan Islam: Kisah Pilu Susan

Sumber Foto: Freepik

Kuatkan dirimu. Ini adalah salah satu percakapan paling tragis dan mengejutkan yang pernah saya alami, dan saya kerap mengalami perbicangan-perbincangan yang mengejutkan.

Tadi malam, saya berbicara dengan seorang wanita muslim yang saya kenal yang baru saja pindah dari rumahnya di Boston. Sebut saja namanya Rana. Dia tinggal bersama tiga teman sekamar nonmuslim, yaitu seorang wanita berusia 30 tahun, seorang pria berusia 38 tahun, dan seorang wanita berusia 72 tahun. Masing-masing tinggal di sebuah kamar di dalam sebuah rumah tua berlantai tiga, dengan dapur dan kamar mandi bersama di lantai dua.

Pria yang berusia 38 tahun itu mengalami trauma mendalam akibat pelecehan masa kanak-kanak. Akibatnya, dia tidak dapat menjalin hubungan, dan sudah bekerja di Trader Joe’s (jaringan toko kelontong Amerika) selama satu dekade terakhir berturut-turut. Adapun wanita yang berusia 30 tahun memliki dua pekerjaan dan nyaris tidak pernah di rumah.

Penghuni rumah yang paling menarik perhatian adalah wanita yang berusia 72 tahun, Susan. Dia tinggal sendirian di lantai tiga yang memiliki ruang paling luas, tetapi tidak ada kamar mandi.

Susan menderita skoliosis parah sehingga punggungnya begitu bengkok. Otot intinya lemah dan dia kesulitan berjalan; membungkuk ke depan karena dia berada di sudut yang sakit. Dia berjalan dengan tongkat, tetapi sulit untuk menaiki dan menuruni tiga anak tangga untuk sampai ke kamarnya.

Namun, ini bukan yang terburuk dari masalah kesehatannya. Dia memiliki masalah kantung kemih dan inkontinensia. Dia sering menderita ISK (infeksi saluran kemih) dan baru-baru ini harus dirawat di rumah sakit selama tiga hari karena infeksi akut.

Meskipun begitu, masalah kesehatan ini membuatnya harus menggunakan pispot—semacam kendi plastik dengan bagian atasnya terpotong. Dia menggunakan pispot darurat ini sebagai toiletnya sebab tidak ada toilet di lantai tiga dan karena infeksi saluran kemih, dia tidak bisa menunggu sampai dia turun tangga untuk ke kamar mandi. Jadi, setiap hari dia harus mengosongkan pispotnya ke toilet. Ini menjadi rintangan yang nyaris tidak dapat diatasi.

Bagaimana seorang wanita berusia 72 tahun dengan skoliosis parah dan tidak punya kekuatan berhasil menuruni tangga sambil memegang tongkat di satu tangan dan juga memegang pispot berisi air seni secara bersamaan di tangan lainnya?

Masalah Usia dan Masalah Kesehatan

Tidak. Setiap hari, air seni tumpah ke mana-mana. Di pakaiannya, di seluruh tangga, dan di lantai dua. Ketika dia akhirnya mencapai kamar mandi lantai dua, dia sering kandas di tepi toilet dan menumpahkan air seni ke ubin kamar mandi dan keset lantai. Indra penciumannya telah memudar seiring bertambahnya usia sehingga dia tidak mencium baunya.

Bau itu menjadi sangat pesing sehingga akhirnya menyebar ke seluruh rumah dan mencapai semua jalan ke pintu depan. Karena itu, jika seseorang membuka pintu depan rumah, akan segera terkena gelombang kuat dari bau urin yang menyengat.

Seorang muslimat Rana, ketika dia tinggal di sana, membuatnya menjadi bersih. Dia mengepel lantai kamar mandi hampir setiap hari, dan menggosok toilet. Dia akan membawa keset kamar mandi ke tempat cuci pakaian setiap minggu. Sesekali, dia mengambil sprai dari tempat tidur Susan dan mencucinya.

Karena terkejut dengan cerita sejauh ini, saya menanyakan Rana pertanyaan pertama yang muncul di kepala saya, “Di mana anak-anak Susan dan suaminya?”

Rana menjawab, “Wah, itu sebenarnya cerita lain yang benar-benar gila! Anda tidak akan percaya. Susan sudah menikah selama tujuh tahun, sudah lama sekali. Namun, suaminya ternyata gay! Lalu, dia menceraikannya dan tidak pernah menikah lagi. Dia juga tidak pernah punya anak.” Jadi, apa yang dia lakukan untuk hidupnya selama ini?

Dia bekerja. Dia mengejar gelar demi gelar, memfokuskan energi dan perhatiannya pada kehidupan profesionalnya. Dia adalah seorang perawat tersertifikasi di sebuah rumah sakit besar di Boston selama bertahun-tahun. Kemudian, dia mendapatkan gelar Ph.D. dalam psikoanalisis. Dia kemudian membuka praktiknya sendiri dan mendapatkan banyak pasien. Inilah hidupnya. Tampak menyenangkan, padahal kenyataannya tidak.

Dia makin tua dan makin tua. Seiring bertambahnya usia, masalah kesehatan mulai muncul. Pada awalnya, itu hanya skoliosis ringan, yang makin memburuk seiring berjalannya waktu. Dia juga seorang perokok berat. Masalah paru-paru mulai muncul, kemudian diikuti oleh infeksi saluran kemih dan inkontinensia, dan keadaannya makin memburuk dengan cepat.

Masalahnya adalah bagaimana dia menyadari dirinya menumpahkan air seni dari atas tepi pispot plastik yang dia coba bawa dengan satu tangan saat dia berjalan dengan susah payah menuruni tangga dengan tongkatnya, tubuhnya membungkuk ke depan di sudut yang sakit. Tak dapat dikata. Saya benar-benar tidak bisa berkata-kata untuk sementara waktu.

Setelah itu, saya berkata, “Dia membutuhkan seorang perawat. Seseorang untuk membantu merawatnya. Dia tidak bisa hidup sendiri seperti ini! Sudahkah dia mencari salah satu panti jompo karena dia tidak punya keluarga?”

Rana menggelengkan kepalanya, “Ia takut dengan itu dan telah mengatakan kepada saya beberapa kali bahwa ia sedang mencari panti jompo negara, tetapi mereka membuatnya gugup. Sulit untuk pergi ke suatu tempat baru dan menempatkan diri Anda dalam perawatan orang-orang sewaan yang tidak Anda kenal. Ini seperti menyerahkan diri secara sukarela ke panti asuhan negara.”

Ya, Susan benar. Dia takut mendapatkan perawatan dari negara karena dia hanya akan diabaikan oleh orang-orang yang tak acuh, tidak dikenal, dan tidak jelas itu.

Susan pernah mengaku pada Rana bahwa dia ingin menikah, “Aku hanya ingin mencoba menemukan seseorang yang mungkin bisa menjagaku, tetapi siapa yang akan tertarik pada saya di usia saya dengan semua masalah kesehatan saya? Namun, seluruh alasan saya membutuhkan seseorang adalah karena usia saya dan masalah kesehatan saya!”

Berkah yang Tertanam dalam Agama

Suatu ketika, pada hari yang berbeda, Susan memberi tahu Rana, “Kadang-kadang saya ingin berdoa. Akan tetapi, saya tidak tahu bagaimana atau kepada siapa.”

Karena bingung, saya bertanya, “Apa yang akan dilakukan Susan sekarang? Siapa yang akan membantunya sekarang setelah kamu pindah?”

“Saya tidak tahu,” jawab Rana dengan sedih. “Saya akan membuat makanan dan mengundangnya untuk makan bersama saya. Jika saya berangkat kerja, saya akan membuatkan roti lapis telur dan keju untuknya. Dia kadang-kadang lupa mengambil obat-obatannya dan saya akan mengambilkannya. Sering kali, resepnya kedaluwarsa dan saya akan menggantinya kembali. Suatu hari, dia perlu mengirimkan sampel tinja kepada dokternya, tetapi terlalu berat untuk bisa pergi ke kantor pos maka saya mengambilnya dan mengirimkannya untuknya.”

“Tak seorang pun kawan serumahnya akan bersedia membantu dalam keadaan seperti ini. Mereka cukup baik, saya kira, tetapi hanya tersibukkan dengan dunia mereka sendiri. Tidak ada yang benar-benar mau berhenti bekerja untuk memperhatikan Susan dan apa yang dia butuhkan” tambah Rana.

“Bagaimana dengan bau dan berantakannya? Apakah teman sekamar lainnya tidak mencium bau urin di seluruh rumah? Mengapa mereka tidak pernah mencoba untuk membersihkannya, atau setidaknya melakukan sesuatu?”

“Setiap orang berada di dalam dunia mereka sendiri. Mereka bekerja di Trader Joe’s atau Walgreens, lalu pulang ke rumah untuk berbaring di tempat tidur di kamar kecil mereka dengan pintu tertutup, dengan telepon, Netflix, dan makanan Cina. Begitulah. Ini seperti ruang isolasi mereka sendiri, pengasingan yang dipaksakan sendiri. Tidak ada yang punya waktu, energi, atau perhatian untuk benar-benar memperhatikan Susan, abai ada bau kencing atau tidak ada bau kencing.”

Untuk beberapa alasan, kisah ini secara eksponensial sangat menyedihkan. Empat orang, semuanya tidak ada hubungan secara biologis, tetapi tinggal di rumah yang sama di bawah satu atap, disatukan oleh keadaan. Masing-masing terkunci dalam kesengsaraan pribadinya sehari-hari, benar-benar terisolasi dan sendirian. Terabaikan dan mengabaikan. Mengejar kesenangan sesaat di mana pun mereka dapat menemukannya, di kaleng bir, di klub di akhir pekan, di ganja atau obat-obatan mematikan lainnya, di akhir film spesial Hollywood atau Netflix, atau melalui depresi dan obat kecemasan.

Apa pun mereka lakukan untuk mengubah persepsi mereka tentang realitas kehidupan. Apa pun untuk menghilangkan rasa kesepian dan menghilangkan keputusasaan. Apa pun untuk menambahkan semacam makna semu dari sebab kehampaan.

Apa pun untuk melawannya. Betapa tragisnya. Menyayat hati. Inilah modernitas. Kemajuan. Pencerahan. Pemberdayaan. Kebebasan. Kemerdekaan.

Seorang wanita tua berusia tujuh puluhan, sakit tanpa bisa disembuhkan, tanpa keluarga, suami, atau anak-anak, menumpahkan air seni di seluruh rumah kontrakan yang dia tinggali dengan orang asing yang sama sekali tidak peduli dengan rasa sakitnya. Terpaksa bergantung pada bantuan satu orang asing yang baik hati, yang baru saja pergi. Karier keperawatannya yang lama dan Ph.D.-nya tidak berguna baginya di usia tua dan putus asa.

Saya ingin menangis dan sujud di atas sajadah karena suatu alasan, ketika saya mendengar tragedi yang tak tertandingi ini tadi malam. Alhamdulillah, untuk Islam. Alhamdulillah, beribu kali.

Berkah yang tertanam dalam din terpancarkan dalam pikiran saya tanpa diminta. Kebijaksanaan abadi adalah mekanisme yang paling berharga yang membantu menyelamatkan kita dari nasib Susan yang malang. Allah mengenal kita dan mengetahui apa yang kita butuhkan karena Dia pencipta kita.

Jika kita mengikuti aturan Islam, Susan akan dirawat dengan baik, dihormati, dikelilingi oleh cinta dan bantuan lembut dari keluarganya, dan tawa cucu-cucunya. Etos Islam membimbing kita ke arah ini.

Berbuat Baik kepada Orang Tua

Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (Surah Al-Isra: 23–24)

Pentingnya Pernikahan

Dan nikahkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan ….” (Surah An-Nur: 32)

Tentang Hadiah untuk Ibu dan Ayah

Seorang pria pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, “Ya, Rasulullah, siapa dari kerabatku yang paling berhak aku berbuat baik? Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu.’ Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ayahmu’.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pentingnya Tarbiyah Anak-Anak dalam Islam

Nabi bersabda, “Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adil terhadap anak-anakmu.”

Sentralitas Keluarga

Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu bertanggung jawab atas orang dalam naungannya ….”

Penekanan pada Keluarga Besar yang Stabil, Garis Keturunan, Kerabat, dan Menjaga Ikatan Kekerabatan

Nabi bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah menjaga tali persaudaraannya.”

Patriarki: Laki-Laki Mencari Pasangan Perempuan sehingga Tidak Ada Perempuan yang Hidup Sendirian

Laki-laki (suami) adalah pelindung bagi perempuan (istri) ….” (Surah An-Nisa: 34)

Tidak Ada Penyimpangan Seksual, Tidak Ada Mafia Alphabet (LGBT) atau Penyimpangan Kaum Luth

Mengenai laki-laki yang meniru perempuan dan perempuan yang meniru laki-laki, Nabi bersabda, “Keluarkan mereka dari rumahmu.”

Kepentingan Komunitas dan Komunal atas Individualisme yang Terobsesi dengan Diri Sendiri

Nabi berkata, “… Karena serigala hanya memakan domba yang menyendiri yang tersesat dari kawanannya.”

Menghormati Orang yang Lebih Tua

Nabi bersabda, “Dia bukan dari kelompok kami, dia yang tidak menyayangi anak-anak atau menunjukkan rasa hormat kepada yang lebih tua.” (Abu Dawud, Tirmidzi)

Susan sangat membutuhkan Islam. Amerika sangat membutuhkan Islam. Dunia yang telah modern, sekular, liberal, dan teratomisasi, sangat membutuhkan Islam.

 

Penulis: Umm Khalid

Penerjemah: Muhajir Julizar
Editor: Teuku Zulman Sangga Buana

 

Sumber: Muslim Skeptic

Tags : amerikaislamkeluargaLGBTmodernisme

The author Redaksi Sahih

Leave a Response