close
Opini

Melihat Catatan Rasio Murid-Guru dalam Jenjang Pendidikan di Indonesia

Sumber Foto: Freepik

Pendidikan menjadi salah satu komponen yang diperlukan oleh manusia. Terlepas dari strukturisasi pendidikan, formal maupun nonformal, peranan seorang guru menjadi pemegang kunci pendidikan.

Secara formal, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Definisi tersebut terlampir dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Selain itu, urgensi keberadaan guru pun tertuang setiap tanggal 25 November saat Indonesia memperingati Hari Guru Nasional. Agenda tersebut dicetuskan sejak 1994 melalui Keputusan Presiden No. 78, didukung Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005.

Keadaan Pemerataan Pendidikan Melalui Rasio Murid-Guru

Berdasarkan undang-undang dan keputusan presiden, keberadaan guru di setiap sistem pendidikan Indonesia menjadi krusial. Oleh sebab itu, penting keberadaan guru untuk membimbing para peserta didiknya yang tersebar di setiap wilayah Indonesia.

Guna memberikan pengajaran, pembimbingan hingga evaluasi sesuai dengan tugasnya, guru dihadapkan dengan karakteristik peserta didik yang bervariasi. Karakteristik tersebut, antara lain sikap, tingkat pengetahuan, latar belakang, hingga jumlah peserta didik yang tersebar di setiap jenjang pendidikan di Indonesia.

Baiknya, ada batasan jumlah tertentu agar guru dapat membimbing peserta didiknya di setiap kelas atau rombongan belajar. Hal tersebut dapat menunjang efektivitas dan efisiensi selama proses pembelajaran. Perbandingan antara jumlah peserta didik dan jumlah guru disebut dengan rasio murid-guru, sesuai dengan yang terlampir di laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia.

Data terbaru dari BPS melampirkan rasio murid-guru di Indonesia untuk tahun ajaran 2019/2020. Berdasarkan data tersebut, terdapat informasi mengenai rasio murid-guru di empat jenjang pendidikan sekolah yang tercatat oleh BPS, yakni sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan sekolah menengah kejuruan (SMK).

Angka ini mencerminkan rata-rata jumlah murid yang menjadi tanggung jawab seorang guru. Makin tinggi nilai rasio murid-guru dalam sebuah sekolah, berarti makin mengurangi efektivitas proses pembelajaran karena tingkat pengawasan dan perhatian guru terhadap murid menjadi berkurang sehingga mutu pengajaran cenderung lebih rendah.

Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa perbandingan jumlah guru dan jumlah murid yang ada di Indonesia untuk periode 2019/2020, berada di bawah angka 20:1. Artinya, setiap 1 orang guru dapat mengajar kurang dari 20 peserta didik.

Contohnya adalah rasio murid-guru untuk jenjang pendidikan SD, yakni 15:1. Setiap 1 orang guru dapat mengajar maksimal 15 peserta didik di jenjang pendidikan SD. Sementara itu, aturan rasio guru-murid tingkat SD berdasarkan Sistem Verifikasi dan Validasi Proses Pembelajaran adalah 32:1

“Setiap SD/MI tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap 32 peserta didik dan 6 (enam) orang guru untuk setiap satuan pendidikan, dan untuk daerah khusus 4 (empat) orang guru setiap satuan pendidikan” (Permendikbud No.23 Tahun 2013 Pasal 2 ayat (2) poin 5).

Artinya, rasio murid-guru untuk jenjang pendidikan SD tahun ajaran 2019/2020 berada di atas rasio ideal yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini dapat dikatakan baik adanya karena dengan jumlah peserta didik yang lebih sedikit, guru dapat memberikan fokus dan perhatian lebih selama proses belajar.

Rasio murid-guru di Indonesia juga berada di atas Singapura dan Korea Selatan. Melansir Tempo.co (28 September 2015), setiap 1 orang guru di Singapura dapat mengajar hingga 44 peserta didik dan 1 guru di Korea Selatan dapat mengajar hingga 50 peserta didik dalam 1 kelas. Sementara itu, rata-rara rasio murid-guru di dunia pada waktu itu adalah 28:1.

“Dibandingkan negara lain, rasio guru dan murid di Indonesia itu sangat mewah (banyak)”, kata Ite Chodijah seorang Pengamat Pendidikan yang dikutip dari Tempo.co.

Akan tetapi, kualitas dan distribusi guru yang merata menjadi tantangan tersendiri dalam pembangunan pendidikan di Indonesia. Meskipun memiliki rasio murid-guru yang cukup baik, angka tersebut bukanlah realitas yang terjadi di lapangan dan di setiap sekolah jenjang pendidikan. Angka tersebut merupakan rata-rata nasional dan tidak dapat disamaratakan dalam penerapan pengambilan kebijakan.

Lokadata memaparkan bahwa alasan klise pendidikan di Indonesia adalah kesenjangan, termasuk kesenjangan tenaga pengajar.

“Rasio jumlah guru dan siswa kita ini sekitar 1:17. Artinya, kalau dilihat dari jumlah, sudah memadai. Tapi, ternyata masalahnya ada pada sebarannya yang tidak merata. Walaupun masih dalam satu zona,” papar Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Supriano dikutip dari Lokadata (20 Agustus 2020).

Oleh sebab itu, upaya pemerataan pendidikan harus terus dilakukan dan dievaluasi. Pemerataan pendidikan tersebut tidak terbatas pada pemerataan jumlah guru, namun juga kualitas guru hingga sarana dan prasarana pendidikan.

Program pemetaan dan pemerataan pendidikan dan guru harus segera dilakukan oleh pemerintah mengingat salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia adalah kekurangan guru di daerah 3T (terluar, terdepan, dan tertinggal) agar segera teratasi.

Upaya yang dilakukan oleh non-pemerintah dalam pemerataan pendidikan di Indonesia dilakukan oleh para relawan pengajar yang berkenan mengunjungi wilayah-wilayah dengan keadaan sumber daya tenaga pendidik serta fasilitas pendidikan yang minim.

Contoh beberapa program tersebut, yaitu

  • Indonesia Mengajar;
  • Sekolah Guru Indonesia;
  • Gerakan 1000 Guru Mengajar;
  • Guru Penggerak Mengajar; dan
  • Kelas Tunas.

Para relawan menempati posisi sebagai guru, meskipun dengan latar belakang bukan sekolah pendidikan. Contohnya adalah M. Zainul Ma’arif yang kini tengah mengabdi di Kabupaten Maybrat, Papua Barat melalui Indonesia Mengajar Batch XX. Arif merupakan lulusan program studi Ilmu Falak dengan gelar sarjana hukum (S.H.) di UIN Sunan Ampel Surabaya.

Selain itu, ada juga Anisatul Wafida yang pernah menjadi relawan di komunitas Gerakan 1000 Guru Mengajar dan Kelas Tunas. Pada waktu itu, perempuan yang biasa dipanggil Anisa ini masih berstatus sebagai mahasiswa.

Mengingat urgensi pendidikan, terutama keberadaan guru di kehidupan manusia, banyak orang serta pihak struktural yang menaruh perhatian lebih kepada pendidikan, khususnya di Indonesia. Dibuktikan dengan banyaknya komunitas-komunitas pendidikan hingga relawan pendidikan.

Hal tersebut juga dilakukan oleh pemerintah dalam upaya pemerataan pendidikan di Indonesia. Contohnya adalah melalui webinar “Upaya Mengakselerasi Pemerataan Pendidikan di Indonesia” yang dilakukan pada bulan Agustus 2020 hingga penempatan guru di wilayah prioritas 3T.

Meskipun rasio murid-guru bukanlah faktor mutlak keberhasilan anak dalam proses belajar, rasio murid-guru yang ideal tentunya akan memengaruhi manajemen kelas, proses belajar di kelas, tetapi bukan satu-satunya faktor penentu untuk meningkatkan kualitas belajar di kelas.

Oleh karenanya, keberadaan guru bukanlah sebagai pelengkap pendidikan, namun sebagai penggerak pendidikan seperti tema Hari Guru Nasional 2021 “Bergerak dengan hati, Pulihkan Pendidikan” seperti salah satu lirik dalam “Hymne Guru” karya Sartono.

 

Penulis: Widhi Luthfi

 

Sumber: GNFI

Tags : guruhari gurumuridpendidikansekolah

The author Redaksi Sahih

Leave a Response