close
Feature

Dari Mispersepsi hingga Intoleransi: Ribut-Ribut Soal Ponpes As-Sunnah Lombok Timur

Sumber Foto: Selaparang News

SAHIH.CO – Mungkin tak ada yang menduga tengah malam yang lengang seketika jadi mencekam. Amukan massa dan kobaran api menyentak penghuni Ponpes As-Sunnah di Desa Bagik Nyaka, Kecamatan Aikmel, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada Senin, 2 Januari 2022.

Ratusan massa yang datang pada sepertiga malam terakhir, sebagian beratributkan senjata tajam dan penutup muka, dengan cepat merangsek masuk dan merusak sejumlah fasilitas pondok. Massa merobohkan pagar, menghancurkan pos satpam, merusak klinik kesehatan, serta menggasak dan membakar sejumlah kendaraan: lima mobil dan tujuh sepeda motor hancur.

Beruntung, sekitar pukul 02.20 WITA aparat polsek setempat datang dan massa memilih bubar. Namun, misi perusakan nyatanya tak kelar di situ dan massa bersiap untuk aksi berikutnya. Tak lama, sekitar pukul 03.00 WITA, massa membakar bakal dan fondasi Masjid Imam Asy-Syafii yang terletak di Desa Mamben Daya, Kecamatan Wanasaba. Bakal masjid yang pembangunannya sedang digarap oleh kelompok As-Sunnah (merujuk kepada Ponpes As-Sunnah).

Baca juga: Wapres Tegaskan agar Penyerang Ponpes As-Sunnah Lombok Timur Diproses Hukum

Sebuah potongan video ceramah diduga menjadi pemicu amukan massa tersebut. Dalam video yang tersebar luas itu, Ustaz Mizan Qudsiyah, pengasuh Ponpes As-Sunnah Bagik Nyaka, dianggap telah melecehkan sejumlah makam leluhur di Lombok.

Dalam video yang berdurasi kurang dari dua menit itu, Mizan menyebutkan sejumlah nama makam leluhur di Lombok yang kerap menjadi destinasi ziarah warga dari berbagai tempat. “Makam Selaparang, Bintaro, Sekarbela, Loang Baloq, Ali Batu, Batu Layar, Kuburan Tain Acong, Keramat Tain Acong …”, tutur Mizan dalam potongan video yang beredar.

Dalam video versi potongan itu, cerita Mizan soal sejarah kunjungan-kunjungan ke makam-makam tersebut berhenti dan tersorot pada frasa Kuburan Tain Acong, yang itu berarti kotoran anjing. Dalam versi ini, frasa Kuburan Tain Acong diberi penekanan khusus sehingga mengesankan bahwa Mizan sedang menghina sederet nama kuburan yang disebut sebelumnya sebagai kuburan tain acong atau kuburan kotoran anjing.

Berdasarkan sebuah penelusuran, versi utuh video tersebut berdurasi lebih dari satu jam dan sudah setahun lebih dipublikasi, jauh terpaut mendahului versi potongan/editan yang baru-baru ini beredar. “Dulu datang kita, kadang sekali setahun, untuk datang ke mana? Makam Selaparang, Bintaro, Sekarbela, Loang Baloq, Ali Batu, Batu Layar, Kuburan Tain Acong, Keramat Tain Acong … masa ga ingat Allahyarham Tuan Guru Mahsun sebut itu.”

Sesuai dengan klarifikasi yang telah diberikan oleh Mizan, bahwa frasa Kuburan Tain Acong tidaklah dimaksud untuk menggelari sederet nama makam yang telah ia sebut, tetapi itu hanyalah nukilan satu nama kuburan lain yang melegenda di Lombok dengan nama yang memang agak aneh, makam/kuburan tain basong, yang punya arti serupa dengan tain acong; kotoran anjing. Sebutan tain acong itu sendiri digunakan oleh almarhum TGH Mahsun (salah seorang ulama karismatik Lombok) sebagai nama lain dari tain basong. Ada legenda yang beredar di kalangan masyarakat Lombok Timur yang menggambarkan latar historis mengapa kuburan itu memiliki nama yang tak biasa.

Namun, potongan video yang terpelintir dari maksud sesungguhnya terlanjur beredar dan menjalarkan salah paham secara meluas. Rentetan keributan terus terjadi hingga hari ini. Tuntutan massa agar aparat hukum memproses Mizan terus diampifikasikan. Klarifikasi Mizan sama sekali tak dihiraukan.

Sementara itu, Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Artanto, sebagaimana keterangannya melalui tvOne pada hari Minggu lalu, mengatakan bahwa pihaknya kini tengah menyelidiki apa motif sesungguhnya penyebaran potongan video tersebut.

“Hasil penyelidikan awal dari kami, video itu dibuat pada bulan November, pada tahun 2020. Ada video utuhnya, namun baru kemarin itu diviralkan dalam bentuk potongan. Ini sedang kita dalami apa maksud tujuan dari memviralkan video tersebut karena antara video utuh dengan video potongan tersebut sangat berbeda sekali …”, ungkap Artanto.

Kendati demikian, Mizan sendiri saat ini telah diperiksa pula oleh pihak kepolisian untuk dimintai keterangan sebagai saksi terkait dengan materi ceramahnya. Bersamaan dengan itu, penyelidikan terhadap provokator dan pelaku perusakan juga terus dilakukan.

Jejak Intoleransi

Ribut-ribut yang baru-baru ini terjadi di Lombok Timur dengan sejumlah rentetan yang masih terus berlangsung, agaknya tak dapat hanya dikaitkan dengan soal amarah yang dipicu oleh potongan video ceramah Mizan yang beredar. Fondasi konflik sudah tersedia sebelumnya.

Penolakan terhadap aktivitas keagamaan kelompok As-Sunnah oleh sejumlah warga telah diketahui sejak lama dan potongan video menjadi titik masuk untuk mengobarkan kembali seteru dan semangat penolakan. Kelompok As-Sunnah memang dianggap oleh sejumlah warga setempat memiliki beberapa perbedaan pemahaman dengan keumuman mereka.

Pada Kamis, 2 Desember 2021 lalu, ratusan warga Desa Mamben Daya menggelar aksi unjuk rasa untuk memprotes pembangunan Masjid As-Syafii, masjid binaan kelompok As-Sunnah yang kemudian menjadi sasaran pemberangusan saat peristiwa 2 Januari 2022 kemarin.

“Jamaah. Saudara, kenapa masjid ini sudah jadi? Ada apa? Siapa yang mengizinkannya? Ingat saudara jangan rusak masjid ini, tetapi kita minta untuk dipergunakan oleh ahlussunnah wal jamaah. Kalaupun tidak ada kesepakatan ini, tidak diserahkan pada ahlussunnah wal jamaah, maka masjid tersebut tidak boleh berdiri,” kata Muh Zaini Akmal, salah satu tokoh yang berorasi.

Orasi itu dengan terang menunjukkan ada seteru pemahaman yang melatari penolakan. Stigma Wahabi terhadap kelompok As-Sunnah juga dengan berkobar-kobar disuarakan melalui aksi itu. “Siap kita usir Wahabi, siap kita usir Wahabi, siap kita usir Wahabi”, pekik salah seorang orator yang beraksi, sebagaimana terekam dalam salah satu video yang beredar.


Penulis:
Nauval Pally Taran
Editor: Teuku Zulman Sangga Buana

Tags : masjidPondok Pesantrensalafitrendingwahabi

The author Redaksi Sahih