close
Kalam

Antara Argumen yang Sia-Sia dan Pertanyaan yang Konyol

Sumber Foto: Pixabay

Mereka bertanya: Kepada para ateis, kami menegaskan keberadaan Tuhan dan menunjukkan penyebab segala sesuatu dan kemudian ke penyebab dari penyebab tersebut sampai kami tiba di penyebab dari semua penyebab, Penggerak Utama, Tuhan, yang adalah pencipta langit dan bumi. Mereka kemudian bertanya kepada kami siapa yang menciptakan Tuhan di kali pertama. Kami menanyakan langsung pertanyaan ini kepada Anda dan bingung tentang jawaban yang tepat, seolah-olah kami telah kehilangan indra kami dan kepercayaan diri kami terguncang.

Saya menjawab: Argumen Anda itu sia-sia. Ia tidak akan pernah mengajari orang yang bodoh, tidak akan membimbing seseorang yang salah jalan, dan tidak akan mengembalikan seseorang yang tersesat. Dan pertanyaan yang diajukan oleh ateis benar-benar tidak relevan dan konyol. Sebenarnya, saya belum menemukan pertanyaan yang lebih konyol atau yang lebih jelas ketidakabsahannya.

Mereka bertanya: Seperti itukah cara Anda menghadapi orang-orang yang berusaha meneliti atau memahami kebenaran? Kami terlibat dalam mengajak umat manusia kepada Tuhan dan Anda menganggap upaya kami sia-sia dan mengolok-olok kami. Anda telah menganggap penanya, banyak dari mereka adalah para sarjana dan akademisi, sebagai orang bodoh dan naif. Apakah Anda melewati batas atau Anda memang sombong?

Saya menjawab: Saya tidak pernah menggunakan kata-kata ini sampai saya memikirkannya dengan hati-hati, mempertimbangkan semua kemungkinan dan memilihnya sebagai yang paling tepat untuk kesempatan ini. Saya akan mendukung mereka, terlepas dari keberatan siapa pun.

Mereka bertanya: Apa yang salah dari pertanyaan itu?

Saya menjawab: Ketika dikatakan bahwa Zaid memukul Amr, apakah Anda bertanya siapa yang memukul Zaid? Ketika dikatakan bahwa Khalid menikahi Maḥmud dengan seorang wanita, apakah Anda bertanya siapa yang menikahi Khalid? Ketika dikatakan bahwa Hind menjawab pertanyaan Zainab, apakah Anda bertanya siapa yang menjawab pertanyaan Hind? Mereka menjawab: Tidak, hal ini karena Zaid memukul Amr tidak berarti Zaid dipukul. Dan Khalid menikahkan Mahmud tidak berarti bahwa Khalid menikah. Dan Hind menjawab pertanyaan tidak berarti bahwa dia sendiri punya pertanyaan.

Saya menjawab: Anda menolak hubungan dan kausalitas dari semua hal ini, sedangkan mengetahui bahwa Zaid, Amr, Khalid, Mahmud, Hind, dan Zainab adalah satu spesies tertentu yang realitasnya disepakati. Jawab ini, kemudian: Apakah Tuhan dan langit dan bumi adalah realitas yang sama? Jika kausalitas dalam satu spesies ini tidak relevan, bukankah lebih intuitif bahwa kausalitas antara entitas yang sangat berbeda lebihlah tidak relven, bahkan justru konyol?

Baja juga: Ateisme Tidak Selaras dengan Metode Ilmiah: Wawancara Bersama Fisikawan Teoretis Pemenang Temple Prize

Saya akan menjelaskan melalui contoh. Jika dikatakan bahwa Zaid memasak daging, Mahmud memanggang roti, Fatimah menjahit pakaian, seorang pekerja menggali sumur, seorang insinyur membuat komputer, seorang raja membangun istana, dan seorang tukang kebun membuat taman, apakah Anda bertanya siapa yang memasak Zaid, siapa yang memanggang Maḥmud, siapa yang menjahit Fatimah, siapa yang menggali pekerja, siapa yang membangun insinyur, siapa yang membangun raja, dan siapa yang membuat tukang kebun?

Mereka menjawab: Tidak. Saya bertanya: Mengapa tidak? Mereka menjawab: Karena ini adalah tindakan individu tertentu yang tidak menjadikan individu tersebut objek dari tindakan yang sama. Itu akan menjadi konyol. Tak seorang pun akan bertanya kepada juru masak: siapa yang memasaknya, atau kepada tukang roti: siapa yang memasaknya, atau kepada penjahit: siapa yang menjahitnya. Bagaimana Anda bisa menjadi guru dan mengajukan pertanyaan konyol dan sia-sia seperti itu?

Saya menjawab: Penciptaan adalah tindakan Tuhan. Dia memulai penciptaan dan mewujudkannya. Bagaimana Dia bisa menjadi objek dari tindakan yang sama? Anda percaya bahwa bertanya kepada juru masak siapa yang memasaknya adalah konyol, sementara Anda menanyakan hal yang sama kepada Tuhan: siapa yang menciptakan Sang Pencipta? Celakalah para akademisi dan cendekiawan itu, dan celakalah akal mereka. Tanyakan kepada mereka: Anda makan makanan maka siapa yang memakan Anda? Anda minum air maka siapa yang minum Anda? Anda memakai pakaian maka siapa yang memakai Anda?

Mereka berkata: Bersabarlah dengan kami karena kami mengerti betapa konyolnya pertanyaan ini. Akan tetapi, bagaimana jika dikatakan bahwa Zaid melahirkan seorang putra bernama Usamah. Dalam hal ini, bukankah wajar untuk bertanya siapa ayah Zaid?

Saya menjawab: Itu adalah masalah yang berbeda. Mereka bertanya: Bagaimana bisa begitu? Saya menjawab: Apakah logis untuk bertanya siapa ayah Zaid sebelum Zaid menjadi ayah Usamah? Mereka menjawab: Tentu saja. Aku berkata: Maka Anda harus tahu bahwa ini adalah karena keduanya, Zaid dan Usamah, adalah entitas yang lahir. Fakta bahwa Zaid lahir dipahami bahkan sebelum ia menjadi ayah Usamah.

Mereka bertanya: Jadi, pertanyaan macam apa ini? Saya menjawab: Ini termasuk arena sebab-sebab. Ada beberapa penyebab yang nyata dan aktual, sedangkan yang lain alami dan nyata. Orang-orang yang jahil dan tidak mengetahui [hal-hal tertentu] karena tidak membedakan kedua jenis sebab itu.

Mereka bertanya: Apa perbedaan antara sebab-sebab itu? Saya menjawab: tinggalkan itu untuk di lain waktu. Mereka bertanya: Lalu, jawablah satu pertanyaan terakhir: Kami melihat bahwa upaya kami dalam menyeru tidaklah produktif. Jadi, apakah ada cara yang lebih produktif?

Saya menjawab: Cara yang benar adalah dengan jalan Kitab-Kitab Tuhan, para nabi dan rasul, dan orang-orang bijak yang mengajak kepada Pencipta melalui tanda-tanda-Nya, dan kepada Tuhan melalui karunia-Nya, dan kepada Yang Maha Kuasa melalui berkah dan rahmat-Nya. Bahkan, manusia, serta semua ciptaan, diciptakan atas ini. Hal ini tertanam pada sifat bawaan kita yang murni dan suara intelektual kita. Ini adalah rahasia di balik mukadimah Kitab Tuhan dengan pernyataan, “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”


Penulis: 
Mohammad Akram Nadwi

Penerjemah (bahasa Inggris): Dr. Abu Zayd
Penerjemah (bahasa Indonesia):
Muhajir Julizar

Editor Substantif:Nauval Pally Taran
Editor Naskah:
Teuku Zulman Sangga Buana

Sumber: Al Salam Institute

Tags : ateismefirman Allahkalammaterialismetuhan

The author Redaksi Sahih