close
Kabar Internasional

Pengungsi Korban Iklim Berhak Mendapatkan Keamanan dan Kehormatan

Sumber Foto: Pixabay

Melampaui angka-angka utama kenaikan suhu dan permukaan laut, laporan terbaru dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menangkap skala penuh dari ancaman terhadap kehidupan manusia di dunia yang memanas. Hal itu menjelaskan bagaimana cuaca ekstrem, kekeringan, hilangnya habitat dan spesies, pulau-pulau panas perkotaan, serta perusakan sumber makanan dan mata pencaharian meningkat. Komunitas ilmiah sekarang lebih yakin bahwa perubahan iklim memiliki pengaruh langsung terhadap migrasi.

Migrasi terkait dengan iklim secara tidak proporsional memengaruhi orang-orang yang berkontribusi paling sedikit terhadap masalah tersebut. Berkat kegagalan berulang negara-negara besar dunia dalam mengatasi perubahan iklim, cuaca ekstrem di Amerika Tengah, kebakaran dan badai di Amerika Utara, banjir di seluruh Eropa dan Asia, dan kekeringan di Afrika memaksa orang mengungsi. Tahun lalu, Palang Merah mengonfirmasi bahwa mereka sudah berurusan dengan konsekuensi perubahan iklim di 192 negara tempat ia beroperasi.

Laporan IPCC mengakui bahwa migrasi adalah bentuk adaptasi iklim—dan itu sudah terjadi. Ini adalah koreksi penting terhadap narasi luas perpindahan sehubungan dengan iklim sebagai masalah yang harus dikelola di beberapa titik pada masa depan.

Pandangan itu sering disertai dengan ketakutan di negara-negara kaya tentang kelompok pengungsi iklim. Di seluruh Dunia Utara, makin banyak uang publik yang disalurkan ke industri keamanan dan pengawasan perbatasan yang berkembang yang berjanji untuk mengatasi “ancaman” dengan apa yang disebut tembok iklim global. Pelobi industri dan sekutu politik mengeklaim bahwa jaringan senjata, tembok, pesawat nirawak, teknologi pengawasan, dan hukum yang canggih akan diperlukan untuk melindungi negara-negara kuat dari gelombang pengungsian karena iklim pada masa depan.

Akan tetapi, tembok iklim tidak memberikan perlindungan seperti itu, bahkan ketika tembok itu mengancam kebebasan sipil (di negara-negara kaya seperti di tempat lain) dan mengalihkan sumber daya dari aksi iklim yang berarti ke tangan para pencatut krisis. Lebih buruk lagi, operator-operator ini berhubungan erat dengan sektor bahan bakar fosil, keuangan global, dan industri senjata, yang diuntungkan dari konflik yang menghasilkan arus pengungsi (dan kemungkinan besar akan terjadi perubahan iklim).

Solusi palsu ini sudah menelan korban jiwa dan mata pencaharian. Pada 2020–2021, dua ribu orang tewas di Mediterania karena kebijakan “penolakan” ilegal di Uni Eropa. Orang-orang yang ditolak di perbatasan AS-Meksiko juga melarikan diri dari kondisi cuaca ekstrem, seperti yang sekarang banyak mendekam dalam penahanan tanpa batas di banyak negara, dari Inggris hingga Australia.

Laporan IPCC bertujuan menekankan urgensi dekarbonisasi untuk mencegah pengungsian lebih lanjut. Namun, kita tidak harus berhenti di situ. Pemerintahan penghasil emisi utama gas rumah kaca harus ditekan agar mendukung negara-negara yang menghadapi kerugian dan kerusakan permanen akibat perubahan iklim. Gerakan iklim global akan gagal jika hanya berfokus pada energi terbarukan dan tidak berupaya meringankan penderitaan akibat darurat iklim yang sudah ada.

Upaya yang Harus Dilakukan

Apa lagi yang harus dilakukan? Pertama, kita harus menjaga hak untuk bergerak dan hak untuk tinggal. Pendanaan iklim dalam rangka membantu masyarakat yang berisiko membangun ketahanan dan membatasi migrasi sangat penting, begitu juga perbaikan sistem peringatan dan bantuan bencana. Akan tetapi, kita juga membutuhkan pembiayaan untuk memfasilitasi pergerakan orang yang aman ketika diperlukan. Sebagian besar pengungsian terjadi di dalam negara, bukan lintas batas. Jadi, kita harus memastikan bahwa negara-negara miskin memiliki sumber daya untuk mengelola pemukiman kembali, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Kedua, dalam kasus pengungsi korban iklim melintasi batas, kita harus menanggapinya dengan pragmatisme dan kasih sayang, bukan dengan paranoia dan pencatutan. Uang yang dilemparkan ke militer distopia dan infrastruktur pengawasan seharusnya digunakan untuk mendukung rute dan prosedur yang aman dan legal bagi orang-orang yang perlu mengungsi. Dorongan politik yang dominan saat ini adalah mencoba memecah belah orang berdasarkan keadaan kelahiran mereka. Namun dengan lebih banyak sumber daya dan visi politik yang berbeda, kita dapat memastikan bahwa, baik pendatang baru maupun komunitas tuan rumah sama-sama mendapat manfaat dari imigrasi.

Ketiga, kita perlu memperluas pemahaman kita tentang apa yang dianggap sebagai pengungsian terkait dengan iklim. Mereka yang langsung melarikan diri dari badai, kebakaran, dan banjir jelas membutuhkan dukungan kebijakan. Meskipun demikian, perubahan iklim juga merupakan faktor yang berkembang dalam kekurangan sumber daya, kehilangan pendapatan, ketidakstabilan politik, dan konflik kekerasan. Kita harus menolak upaya membatasi definisi tentang siapa yang dianggap sebagai orang yang terlantar akibat iklim. Kita tidak bisa menunggu bencana datang sebelum bertindak. Kita seharusnya sudah mempertimbangkan proses untuk mencapai migrasi terencana dengan bermartabat, memungkinkan orang-orang di tempat-tempat yang rentan untuk pindah sebelum dampak terburuknya terjadi.

Terlepas dari kekurangannya, laporan IPCC mengakui bahwa migrasi manusia adalah bagian penting dari solusi atas krisis perubahan iklim yang lebih luas. Pengungsi, masyarakat adat, dan komunitas rentan di Global North and Global South (Kesenjangan Utara-Selatan) telah mengubah kehidupan mereka menjadi lebih buruk oleh polusi, ekstraksi bahan bakar fosil, dan perubahan iklim. Mereka memiliki banyak hal untuk mengajari kita tentang melestarikan kehidupan di dunia yang memanas, jika kita mengambil kesempatan untuk menyatukan orang, mendorong pemecahan masalah lintas batas, dan melawan nasionalisme kecil yang telah melumpuhkan respons pandemi dunia.

Solusi untuk pemindahan sudah ada, seperti halnya dasar hukum dan moral untuk membuat kesepakatan praktis antara pemerintah. Yang kita butuhkan adalah tindakan internasional untuk menyediakan sistem yang dapat memastikan masa depan yang aman dan bermartabat bagi semua orang. Gerakan iklim yang telah berpengalaman dalam melindungi kehidupan manusia sepenuhnya harus berada di garis depan upaya itu.


Penulis:
May Boeve, Mitzi Jonelle Tan, dan Nisha Agarwal
May Boeve adalah Direktur Eksekutif 350.org. Mitzi Jonelle Tan adalah penyelenggara dan Juru Bicara Internasional Advokat Muda untuk Aksi Iklim Filipina. Nisha Agarwal adalah Wakil Direktur Eksekutif Proyek Bantuan Pengungsi Internasional.

Penerjemah: Muhajir Julizar
Editor: Teuku Zulman Sangga Buana

Sumber : Arab News

Tags : kemanusiaankrisis iklimpengungsiperubahan iklim

The author Redaksi Sahih