close
Esai

Pawang Hujan yang Kehujanan: Sampai Kapan Kita Terus Memelihara Kebodohan?

Sumber Foto: Republika

Perhelatan perdana Moto GP di Sirkuit Internasional Mandalika usai sudah. Miguel Olievera sukses menjadi yang tercepat pertama, disusul oleh Fabio Quartararo dan Johann Zarco di podium kedua dan ketiga. Meski perhelatan tersebut sudah usai, tetapi ada satu hal yang terus menjadi pembicaraan publik, bahkan trending topic di Twitter. Tentang dukun (pawang hujan), yang katanya dibayar tiga digit (ratusan juta) untuk 21 hari kerja.

Pawang hujan yang bersangkutan ternyata juga pernah melakukan hal yang sama saat Opening Ceremony Asian Games 2018, AFC U-19, Kampanye Akbar Pilpres dan kegiatan vaksinasi BUMN di 5 kota, hingga sejumlah gelaran sepak bola di Liga 1 dan Liga 2.

Kenyataan itu makin menunjukkan bahwa bangsa ini terbelakang, jumud, jauh dan tertinggal. Padahal, teknik penyemaian awan untuk mempercepat hujan sudah ditemukan beberapa dekade silam. Adalah China, yang sehari sebelum Olimpiade Beijing 2008 menggunakan roket untuk melakukan penyemaian awan agar hujan dapat turun, sehingga opening ceremony keesokan harinya lancar tanpa hujan.

Bahkan yang terkini, negeri “kadrun” seperti Uni Emirat Arab, di mana mereka berhasil memanfaatkan teknologi drone untuk ‘menyetrum’ awan dan menurunkan hujan buatan di Dubai atau memutasi dan memanipulasi waktu turunnya hujan, jauh bertolak belakang dengan penggunaan dukun hujan oleh negeri ini.

Indonesia sendiri sebenarnya sudah punya BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) yang punya rekam jejak baik dalam melakukan modifikasi cuaca untuk sejumlah acara kenegaraan semisal Hari Peringatan Kemerdekaan. Namun, penggunaan jasa pawang hujan masih tetap dilakukan dan bahkan kini lebih ditonjolkan, kita mengalami semacam “mabuk kearifan lokal”.

Padahal, negara-negara di banyak belahan dunia lain semakin berlomba-lomba dalam hal teknologi dan kemajuan. Adapun di Indonesia, semakin  berlomba-lomba menonjolkan keterbelakangan.

“Geli, padahal sudah zaman modern,” kata Anggota Komisi VIII DPR RI mengenai penggunaan jasa dukun (pawang) hujan. Hal senada juga dikatakan oleh Sandiaga Uno, “Lebih baik menggunakan TMC (Teknologi Modifikasi Cuaca), karena saat WSBK (Word Superbike) ada juga dukun hujan, tetapi tetap hujan.”

Hal yang sama juga terjadi di Moto GP Mandalika kemarin, meski ada pawang hujan, ya tetap saja hujan. Bahkan pawang hujannya—yang mengaku dapat bicara pada tanah, awan, udara dan air—kehujanan pula, beruntung dia tidak disambar petir.


Penulis:
Misbahul
Editor: Nauval Pally Taran

Tags : dukunhujanmotomoto GPolahragasirkuit mandalika

The author Redaksi Sahih