close
BeritaDunia TengahKabar Internasional

Harga yang Harus Dibayar atas Penyerangan Fasilitas Minyak Saudi

Ketika pesawat tak berawak menyerang fasilitas produksi minyak di Abqaiq, Arab Saudi timur, pada 14 September 2019, Jepang dengan cepat mengutuk—dan sebenarnya yang pertama menyebutnya apa adanya: serangan teroris. Saya mengingatnya dengan sangat baik karena baik Taro Kono, Menteri Pertahanan Jepang saat itu, maupun saya berpartisipasi dalam Konferensi Global G1 tahunan (alias Davos of Tokyo) dan saya berkesempatan mengajukan pertanyaan.

“Skenario paling pesimis saat ini adalah sesuatu terjadi di Selat Hormuz dan pasokan minyak berkurang. Hal itu akan mengirimkan gelombang kejut melalui ekonomi global. Saya pikir harga minyak sudah naik setelah serangan terhadap fasilitas Saudi ini. Jadi, itulah skenario paling mengkhawatirkan saat ini,” tambahnya .

Kono, tentu saja, adalah politisi veteran Jepang, mantan Menteri Luar Negeri dan saat ini menjadi Menteri Reformasi Administrasi dan Peraturan. Jepang adalah importir bersih energi, dengan Arab Saudi memasok hampir empat puluh persen dari kebutuhannya. Secara alami, topik serangan Abqaiq mendominasi konferensi dan berita utama Jepang selama beberapa hari mendatang—seperti yang diharapkan di negara yang berisiko kehilangan hampir setengah dari pasokan energinya jika ancaman seperti itu terus berlanjut.

Maju cepat hampir dua setengah tahun ke serangan pesawat nirawak hari Jumat di fasilitas Aramco di kampung halaman saya di Jeddah. Mau tak mau saya membandingkan komentar Kono yang memiliki kepekaan, berpandangan jauh ke depan, dan dengan kata-kata yang akurat dengan pernyataan yang lemah, hambar, dan nyaris tidak ada gunanya yang dikeluarkan oleh Anthony Blinken, Menteri Luar Negeri AS saat ini.

Sementara di satu sisi, Kepala Diplomat AS harus diapresiasi karena akhirnya menggambarkan tindakan Houthi sebagai serangan teroris dan karena mengakui bahwa fasilitas produksi minyak Saudi dengan jelas diklasifikasikan sebagai infrastruktur sipil.

Masih ada pertanyaan—meskipun terdengar seperti voltairian (kejutan petir)—yang sangat sederhana yang harus dijawab oleh pemerintahannya. Siapa selain teroris yang melakukan serangan teroris, Pak Blinken? Jadi, mengapa, demi Tuhan, Pemerintah AS masih tidak memasukkan kembali Houthi sebagai organisasi teror?

Ngomong-ngomong, pembaca mungkin berpikir bahwa saya mulai terdengar seperti kaset rusak di kolom saya dengan berulang kali menyerukan agar Houthi bertanggung jawab. Ini benar dan memang benar karena seperti banyak orang di seluruh dunia, kita di negara ini mengharapkan Amerika, sebagai pemimpin dunia bebas, melakukan hal yang benar dan bukan karena kita bergantung pada perlindungan Amerika— bayangkan, lihat saja Ukraina!

Mereka yang membaca kata-kata ini di AS harus tahu bahwa berkat pasukan pemberani kami di perbatasan dan petugas pertahanan sipil kami di lokasi kebakaran, kehidupan kembali normal tak lama setelah serangan Jumat di Jeddah, tempat balapan Formula 1 berlanjut sebagaimana yang direncanakan akhir pekan ini.

Berita buruknya, bagaimanapun, adalah bahwa mereka—pembaca AS dan lainnya di seluruh dunia—adalah orang-orang yang akan paling merasakan kesulitan karena harga minyak di seluruh dunia diperkirakan akan terus meningkat sebab kekhawatiran pasokan. Persis seperti yang diperingatkan oleh mantan Menteri Pertahanan Jepang Kono.

Beberapa hari yang lalu, Arab Saudi membuat pengumuman yang mengatakan bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas masalah pasokan minyak akibat serangan Houthi terhadap fasilitasnya. Tentu saja, sejak pengiriman minyak internasional pertamanya pada tahun 1939, Kerajaan terus menjadi pemasok yang dapat diandalkan bagi kliennya di seluruh dunia.

Bahkan, ketika serangan Abqaiq terjadi pada 2019, kami berhasil memulihkan kapasitas produksi minyak kami dalam waktu singkat—dan lebih awal dari yang diperkirakan. Namun, Kerajaan tidak dapat—dan tidak boleh—dibiarkan sendiri untuk menjaga pasokan energi global pada saat seluruh dunia dengan suara bulat dirugikan dari kenaikan harga yang makin dipicu oleh ketidakpastian akibat situasi di Ukraina.

Saat Ukraina terus berperang dengan tentara Rusia, Presiden Volodymyr Zelensky muncul dalam sebuah video dan berbicara di Forum Doha Qatar pada hari Sabtu. Menariknya, dia mendesak peningkatan output energi. “Saya meminta Anda untuk meningkatkan output energi guna memastikan bahwa setiap orang di Rusia memahami bahwa tidak ada yang dapat menggunakan energi sebagai senjata untuk memeras dunia,” kata Zelensky kepada Forum Doha.

Tentu saja, tidak peduli berapa banyak output energi yang ditingkatkan, pasar tidak akan bisa tenang selama fasilitas produksi menjadi sasaran dan pengiriman terancam oleh Iran dan premannya.

Ini adalah masalah internasional yang berdampak terhadap nyaris setiap rumah tangga di seluruh dunia. Arab Saudi, oleh karena itu, layak mendapatkan semua dukungan yang bisa didapatnya. Tekanan maksimum—dan bukan peredaan maksimum—harus diberikan kepada Houthi dan pendukung mereka di Teheran demi memastikan bahwa mengacaukan keamanan energi global, apalagi dengan sengaja menargetkan warga sipil, tidak dibiarkan begitu saja. Dalam istilah awam: mengurangi tagihan energi akan membutuhkan keterlibatan global yang meningkat. Sesederhana itu.

Penulis: Faisal J. Abbas
Ia adalah Pemimpin Redaksi Arab News.

Penerjemah: Muhajir Julizar
Editor: Teuku Zulman Sangga Buana

Sumber: Arab News
https://www.arabnews.com/node/2050906

Tags : arab saudihouthiminyaktimur tengah

The author Redaksi Sahih