close
Dunia TengahOpini

Kondisi Politik Palestina-Israel Memperparah Kerusakan Lingkungan di Gaza

Sumber Foto: Pixabay

Seseorang dapat dimaafkan karena tidak terlalu memperhatikan keadaan lingkungan di Tepi Barat yang diduduki dan Gaza yang diblokade. Tampaknya, selalu ada masalah yang lebih mendesak untuk ditangani. Namun, pemandangan langsung dan mengkhawatirkan bagi siapa pun yang memasuki Wilayah Pendudukan adalah tumpukan mobil berkarat dan limbah buangan lainnya yang menggambarkan kurangnya kapasitas untuk mengatasi masalah lingkungan, yang dalam keadaan saat ini mau tidak mau terus didorong ke bawah dan ke bawah daftar prioritas.

Dalam konteks realitas kehidupan sehari-hari, dalam paduan yang jauh dari kata mungkin antara pendudukan dan blokade Israel, ‘semi-fungsi’ dengan tingkat pemerintahan otoriter sendiri yang berbeda oleh Otoritas Palestina di Tepi Barat dan Hamas di Gaza, sebagian besar orang Palestina menghadapi kesulitan berat dan memiliki akses yang sangat terbatas terhadap kebutuhan dasar. Mengatasi masalah lingkungan telah menjadi kemewahan yang sebenarnya mereka tak mampu, tetapi secara bersama-sama, yang dalam keadaan tidak mampu, mereka tetap lakukannya tanpa merusak ekologi rapuh dari lingkungan tempat mereka tinggal. Bagaimanapun, kedua masalah ini terkait erat dan mengatasi keadaan lingkungan saat ini, termasuk ancaman terhadap keanekaragaman hayati, degradasi air, tanah dan area, penipisan sumber daya alam dan masalah urbanisasi dan pengelolaan limbah, dapat terabaikan hanya dengan ancaman seseorang. Dengan atau tanpa resolusi damai atas konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung lama, realitas lingkungan hidup semakin parah dan hanya akan memburuk kecuali jika kapasitas politik baru dan tekad untuk menghadapi tantangan ditemukan.

Semua bukti memberi tahu kita bahwa kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara sebagai salah satu tempat di dunia yang paling rentan terhadap perubahan iklim dan pemanasan global telah mengambil korban yang menghancurkan pasokan air dan sistem produksi pangan di kawasan itu. Hal ini, pada gilirannya, telah dikaitkan dengan ketidakstabilan politik dan tempat berkembang biaknya terorisme dan ekstremisme kekerasan dan mengancam untuk menghasilkan peningkatan jumlah pengungsi iklim.

Di wilayah pendudukan, perubahan iklim kemungkinan akan menjadi sebab yang memperparah kondisi sosial dan politik yang sangat bergejolak saat ini. Kondisi iklim sebagian besar panas dan gersang dan Palestina menderita kelangkaan air kronis, yang diperburuk oleh kenaikan suhu, terutama selama setengah abad terakhir. Diperkirakan bahwa, sebagai akibat dari pemanasan lebih lanjut, curah hujan akan turun, disertai dengan pola curah hujan yang tidak dapat diprediksi, gelombang panas, banjir, angin topan dan badai pasir, yang semuanya akan menghasilkan kekeringan yang lebih besar. Ini bukan sesuatu yang tidak dialami oleh tempat lain, tetapi kondisi politik dan sosial ekonomi yang unik yang dialami oleh orang-orang Palestina menghambat, jika tidak melumpuhkan, pemikiran strategis dan kebijakan konkret apa pun untuk mengatasi bahaya lingkungan ini.

Program Lingkungan PBB tentang keadaan lingkungan di Wilayah Pendudukan melukiskan gambaran suram tentang dampaknya terhadap kesehatan masyarakat dan keberlanjutan ekologis Tepi Barat dan Gaza. Air tercemar oleh limbah dari kota-kota Palestina dan pemukiman ilegal Israel. Setiap indikator lingkungan yang terkait dengan tanah Palestina menunjukkan tekanan yang tidak berkelanjutan pada sumber daya mereka.

Pertama-tama, laju pertumbuhan penduduk adalah 2,7 persen dan populasi saat ini yang hampir mencapai 5 juta diperkirakan akan meningkat menjadi 7 juta pada tahun 2030. Tak terhindarkan, kepadatan penduduk di wilayah yang sangat kecil ini mendorong nilai tanah dan terjadinya urbanisasi karena tanah pertanian menghilang karenanya. Penyokong utama perkembangan yang mengkhawatirkan ini adalah perluasan pemukiman yang konstan dalam hal lahan dan populasi. Pemukiman ini menggunakan sumber daya yang tidak proporsional dengan ukurannya, menambah tekanan ekologis yang ada. Tindakan Israel atas nama melindungi pemukiman ini hanya menyebabkan degradasi lingkungan lebih lanjut. Tindakan ini termasuk penebangan sejumlah besar pohon untuk membuka jalan bagi pangkalan militer dan pekerjaan konstruksi pada pembatas pemisah atau jalan pintas baru.

Ada legasi pembagian air yang tidak adil antara orang-orang Yahudi dan Arab di Tepi Barat yang berawal dari Kesepakatan Oslo tahun 1993 dan telah diabadikan oleh tidak adanya perdamaian untuk menjadi instrumen lain demi memperkuat tekanan terhadap Palestina, terutama di Gaza. Menurut sebuah laporan oleh organisasi hak asasi manusia Israel Gisha, sistem air dan pembuangan kotoran di Jalur Gaza sangat terpuruk oleh Israel yang mencegah pasokan suku cadang untuk memelihara pabrik desalinasi dan fasilitas pengolahan limbah. Akibatnya, kebocoran air dari pipa makin parah, air hujan tidak dapat dialirkan sehingga menimbulkan risiko banjir, sementara kualitas dan kuantitas air minum memburuk dan limbah mentah yang mengalir ke laut menimbulkan bahaya lingkungan dan kesehatan yang nyata. Sumber kekhawatiran yang sangat besar juga muncul dari kontaminasi akuifer yang diandalkan Gaza, sementara air di Tepi Barat juga berada di bawah tekanan yang parah karena setengah dari semua sumur yang dimiliki oleh warga Palestina telah mengering selama dua dekade terakhir.

Meskipun ini bukan satu-satunya area di mana Israel mencetak gol bunuh diri ketika berhadapan dengan Palestina, dalam masalah lingkungan kesalahannya sangat spektakuler karena orang Israel dan Palestina hidup dalam jarak yang sangat dekat dan berbagi garis pantai dan udara yang sama. Oleh karena itu, demi kepentingan nasionalnya yang vital, Israel harus bekerja sama erat dengan pemerintah Palestina di Tepi Barat dan Gaza untuk memperbaiki kondisi lingkungan. Ini mungkin angan-angan, tetapi bukti ilmiah yang tak terbantahkan adalah bahwa hanya kerja sama seperti itu, mengesampingkan pertimbangan lain dan tanpa mengabaikan ketidaksepakatan mendalam tentang masalah lain, akan membuat Israel dan Palestina berhasil mengatasi ancaman lingkungan yang mereka hadapi, termasuk yang berasal dari model hubungan mereka.

Perencanaan pembangunan bersama dan tata kelola lingkungan sangat dibutuhkan demi menangkis bahaya lingkungan yang eksistensial, juga untuk mengubah wacana di antara semua aktor politik. Dampak perubahan iklim dan pemanasan global yang tak dapat ditahan selamanya dan tidak adanya kondisi politik yang kondusif terbukti sangat merugikan keadaan lingkungan di Tepi Barat dan Gaza.

Penulis: Yossi Mekelberg
Ia adalah profesor hubungan internasional dan associate fellow Program MENA di Chatham House. Dia adalah kontributor tetap untuk media tulis dan elektronik internasional. Twitter: @YMekelberg

Penerjemah: Muhajir Julizar
Editor: Nauval Pally Taran

Sumber: Arab News

Tags : gazaisraelkemanusiaankesehatanlingkunganPalestinaPerangpolitik

The author Redaksi Sahih