Penulis: Haris
Editor: Ibnu Amirul
Sebuah video zikir berjemaah dengan gerakan tubuh menyerupai tarian atau goyangan yang dilangsungkan di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, memicu kontroversi tajam di media sosial. Tayangan berdurasi 14 detik itu memperlihatkan ratusan jamaah laki-laki dan perempuan dalam barisan padat, mengumandangkan zikir sambil menggerakkan badan ke kanan dan kiri secara ritmis dan serempak.
Video tersebut diunggah oleh akun Instagram @aceh.viral pada Selasa (27/5), dengan keterangan: “Zikir bersama Majelis Zikrullah Aceh (MZA) di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh diikuti ratusan jamaah.” Tidak disebutkan secara pasti kapan kegiatan yang menyedot banyak perhatian publik itu berlangsung.
Postingan kegitan itu dihujani banyak kritik. Mayoritas netizen mempertanyakan bentuk zikir yang menampilkan gerakan badan yang dianggap menyerupai tarian. Kegiatan tersebut kemudian dijuluki sebagai “zikir semi joget” oleh warganet, yang menyiratkan ironi dan kekecewaan.
Komentar serupa bermunculan, “Ka lage menyanyi dangdut,” “Aceh kalage jawa,” “Kalah rame sama konser blang padang,” tulis warganet.
Tak sedikit yang menyayangkan kegiatan tersebut dilakukan di ruang publik yang terbuka, di jantung ibu kota provinsi yang dikenal menerapkan Syariat Islam.
“Aceh udah sering dapat teguran dari Allah, masih juga ga ada kapok-kapoknya,” tulis seorang netizen dengan nama akun Instagram @na_wira306.
Salah satu komentar yang menyiratkan satire sosial muncul dari warganet yang menyindir bahwa setiap kritik terhadap praktik ibadah semacam ini pasti akan langsung dilabeli “wahabi” atau dianggap kurang ngaji. Seolah hanya satu golongan yang paling benar dan paling pantas masuk surga, sementara yang lain otomatis salah.
“Hanjeut takomen dipeugah getanyoe wahabi, ngaji nya kurang jauh, ga ngaji di dayah, dll. karena yang paling betoi dan asoe syurga awaknyan, yang laen salah bandum,” tulis akun @aceh_insider dengan nada getir. Kritik keagamaan pun tak lagi dilihat sebagai bentuk kepedulian, tapi dianggap ancaman terhadap otoritas kelompok tertentu.
Respons warganet rata-rata menunjukkan keresahan terhadap ekspresi beragama yang dirasa bergeser menjadi pertunjukan yang tidak mencerminkan nilai substansial dari ibadah itu sendiri.
“Julukan aceh serambi Mekkah sepertinya sudah hilang,” tulis akun @cuttilawati.
Hingga berita ini ditulis, belum ada tanggapan resmi dari Majelis Zikrullah Aceh (MZA) selaku pelaksana kegiatan. Redaksi telah berupaya meminta konfirmasi langsung dengan mendatangi kantor MZA pada Rabu, 28 Mei 2025. Namun hingga saat berita ini tayang, belum ada yang bersedia memberi keterangan mewakili pihak MZA sebagai penyelenggara kegiatan tersebut.
Ketiadaan klarifikasi tersebut dapat memunculkan spekulasi lebih jauh di tengah masyarakat. Sebelumnya, beberapa netizen bahkan menuntut agar Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) atau Dinas Syariat Islam turun tangan untuk memberikan fatwa atau minimal penjelasan apakah bentuk zikir seperti itu dibenarkan menurut Syariat Islam yang berlaku di Aceh.
“Meu but tengku!!! Nyan MPU Aceh kajet cok tindakan,” ujar akun @ismedsaputra999 dalam komentarnya yang memperoleh cukup banyak like.