close
Sumber Foto Ilustrasi: Pixabay

Dalam diskursus yang sedang berlangsung antara saintisme, modernisme, dan ajaran Islam, muncul pertentangan yang signifikan mengenai pusat akal. Sementara sebagian orang mengeklaim bahwa akal adalah sesuatu yang hanya ada di otak, penganut Islam berpendapat bahwa hati juga memegang peranan penting dalam hal ini.

Dalam artikel ini, kita akan menyelidiki lebih jauh topik yang menarik ini, menyoroti dasar-dasar metafisika dari perdebatan ini, sambil memberikan bukti ilmiah yang menantang narasi yang berlaku.

Saya juga ingin menyanggah, dengan menggunakan beberapa poin ringkas, tuduhan bahwa Al-Qur’an diduga memiliki kesalahan dalam menghubungkan hati dengan kemampuan untuk bernalar.

  1. Keyakinan umum bahwa otak sebagai pusat kesadaran kita berasal dari asumsi alami bahwa kita dikontrol oleh kepala kita. Persepsi ini terutama dipengaruhi oleh penempatan mata kita, yang terletak di tempurung kepala kita. Namun, jika, misalnya, mata kita terletak di dada kita, kemungkinan besar kita akan berteori bahwa kesadaran kita berada di wilayah itu. Sangat penting untuk menyadari bahwa interpretasi ini bertumpu pada persepsi subyektif belaka daripada bukti ilmiah yang benar-benar nyata.
  2. Dalam tradisi Islam, pertanyaan tentang pusat nalar bukannya tanpa kontroversi. Seperti yang dijelaskan oleh ulama terkemuka seperti Ibnu Taimiyyah, istilah Arab untuk hati, “qalb, juga bisa merujuk pada bagian dalam (internal) tubuh. Penafsiran seperti itu dengan sendirinya menantang asumsi bahwa akal hanya terbatas pada otak serta mengakui kemungkinan perspektif alternatif.

“Kadang-kadang, bagian dalam (internal) tubuh manusia secara umum (dan bukan secara khusus organ “jantung”) disebut “qalb”; karena “qalb” adalah sesuatu yang ada di dalam jantung, seperti “qalb” biji gandum, badam, kenari dll. Maka sumur/parit disebut “qaleeb” karena bagian dalamnya (qalb) telah dikeluarkan. Atas dasar ini, jika ini yang dimaksud dengan “qalb”, maka akal juga terhubung dengan otak (sebagaimana otak termasuk dalam “bagian dalam” manusia). Oleh karena itu dikatakan daya nalar terletak di otak, seperti yang dinyatakan oleh banyak dokter. Hal ini diriwayatkan dari Imam Ahmad. Sekelompok sahabatnya mengatakan bahwa akal berasal dari hati, kemudian ketika mencapai kesempurnaan, ia berakhir di otak.” (Ibn Taimiyah. Majmu’ al- Fatawa, 9/303)

Intinya Yang dimaksud Ibnu Taimiyyah di sini adalah, jika kita mengambil makna yang lebih umum dari “qalb”, maka otak juga termasuk di dalamnya.

  1. Berangkat dari keyakinan umum yang berkaitan dengan rasionalitas, penelitian modern menyajikan perspektif pemikiran yang mengakui irasionalitas yang menjadi sifat manusia. Perspektif ini tidak merusak ajaran Islam tetapi mengacaukan gagasan pusat akal yang sangat naturalistik. Karya Antonio Damasio yang berpengaruh, The Mistake of Descartes, menunjukkan bahwa manusia sebenarnya sangat tidak rasional.

Jelas ada ketidakkonsistenan besar dalam mengkritik Islam karena tidak mengakui pusat penalaran tunggal ketika bukti ilmiah mendukung irasionalitas yang menjadi sifat manusia.

  1. Untuk menghilangkan lebih jauh anggapan bahwa akal berada secara eksklusif di dalam otak, penelitian ilmiah telah menjelaskan kemampuan jantung yang luar biasa. Temuan terbaru menunjukkan bahwa jantung memiliki “sistem saraf jantung intrinsik” sendiri yang terdiri dari sekitar 40.000 neuron, yang sebanding dengan apa yang ditemukan di otak. Pengungkapan ini menandakan adanya jaringan saraf di dalam jantung, yang menunjukkan bahwa ia memainkan peran penting di luar fungsi konvensionalnya sebagai pemompa.

Dari abstrak ulasan ilmiah yang dipublikasikan di Pubmed, dipaparkan,

Dr. Armor, pada tahun 1991, menemukan bahwa jantung memiliki “otak kecil” atau “sistem saraf jantung intrinsik”. “Otak jantung” ini terdiri dari kurang lebih 40.000 neuron yang mirip dengan neuron di otak, artinya jantung memiliki sistem sarafnya sendiri. Selain itu, jantung berkomunikasi dengan otak dalam banyak cara: secara neurologis, biokimia, biofisik, dan energik. Saraf vagus, yang 80% nya adalah aferen, membawa informasi dari jantung dan organ dalam lainnya ke otak. Sinyal dari “otak jantung” dialihkan ke medula, hipotalamus, thalamus, dan amigdala dan korteks serebral. Dengan demikian, jantung mengirimkan lebih banyak sinyal ke otak daripada sebaliknya. Penelitian telah menunjukkan bahwa persepsi nyeri dimodulasi oleh jalur saraf dan metode yang menargetkan jantung seperti stimulasi saraf vagus dan teknik umpan balik koherensi irama jantung. Jantung bukan hanya sebuah pompa. Ia memiliki jaringan saraf atau “otak kecil”.

  1. Pandangan dunia naturalistik yang berlaku cenderung mengabaikan keberadaan pusat akal. Namun, perspektif ini mengarah pada kesimpulan yang tidak masuk akal, menyangkal sifat dasar kesadaran manusia. Dengan mengakui jaringan saraf jantung yang rumit dan pengaruhnya yang mendalam pada proses kognitif, kami menantang klaim reduksionis dari saintisme dan modernisme, menawarkan paradigma alternatif yang menggabungkan kearifan Al-Qur’an.

Kesimpulannya, pemahaman bahwa akal hanya berada di dalam otak bukanlah fakta definitif melainkan klaim metafisika. Islam, dengan tradisi intelektualnya yang mendalam dan tuntunan Al-Qur’an, mengakui potensi peran hati (atau sesuatu yang ada di rongga dada) terhadap kognisi.

Penelitian ilmiah modern benar-benar menjelaskan jaringan saraf jantung yang luar biasa dan sistem komunikasinya yang rumit dengan otak. Temuan ini menantang perspektif sempit yang membatasi nalar secara eksklusif pada otak, menggarisbawahi pentingnya hati dalam membentuk pikiran dan emosi kita.

Dalam konteks ini, penting untuk mengakui kearifan dan petunjuk yang tak tertandingi yang diberikan oleh syariat dan Al-Qur’an.

“Maka tidakkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (Qur’an, 24:46).


Penulis:
Hud Lesprit

Penerjemah: Muhajir Julizar
Editor: Nauval Pally Taran

Sumber: Muslim Skeptic

Tags : agamaakalibnu taimiyyahislammanusianeurosainssainssorotan

The author Redaksi Sahih