close
Kabar Nasional

Babak Baru Perkara Kelangkaan Minyak Goreng

Sumber Foto: Okezone

Alih-alih selesai, masalah kelangkaan stok minyak goreng menemui babak baru. Ombudsman Republik Indonesia melihat adanya dugaan penimbunan yang menyebabkan pasokan di rak supermarket hingga pasar modern kosong.

Kelangkaan terjadi sejak pemerintah menetapkan kebijakan minyak goreng satu harga Rp 14 ribu dengan mekanisme subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Kebijakan itu berlaku mulai efektif 19 Januari dan merupakan respons atas peningkatan harga acuan crude palm oil (CPO). Peningkatsn harga CPO sebelumnya tekah mendorong harga minyak goreng menembus lebih dari Rp 20 ribu per liter.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan harga minyak goreng pada Desember 2021 naik 34 persen dibandingkan Desember tahun sebelumnya. Pada Desember 2020, harga eceran minyak goreng Rp 15.792 per liter, sedangkan pada Desember 2021 sudah mencapai Rp 21.125 per liter.

Dianggap tak efektif, kebijakan minyak satu tersebut diganti dengan aturan harga eceran tertinggi (HET) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022. Beleid ini juga dibarengi  kewajiban domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).

Melalui aturan itu, pemerintah mewajibkan produsen memenuhi tingkat kebutuhan dalam negeri jika ingin mengekspor minyak goreng. Volume pemenuhan kebutuhan domestik ini 20 persen dari total volume ekspornya. Artinya, jika tak memenuhi kewajiban DMO 20 persen, pemerintah tidak akan membuka keran ekspor. Setelah aturan terbit, minyak goreng malah makin raib di supermarket.

Kantor Staf Presiden menyoroti persoalan minyak goreng yang tak kunjung selesai. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Edy Priyono, melihat waktu tunggu pengisian stok yang mencapai 2-3 hari memperparah kondisi kelangkaan minyak.

“Tidak sebanding dengan tingginya daya beli masyarakat. Ini yang membuat minyak goreng sulit ditemukan. KSP harap waktu tunggu itu dipersingkat,” kata Edy pada Rabu, 9 Februari 2022.

Edy meminta Kementerian Perdagangan gerak cepat mendorong produsen mengalirkan pasokan ke pasar agar masalah kelangkaan segera teratasi. Di sisi lain, dia berharap jaringan retail mengikuti ketentuan pemerintah menjual harga minyak sesuai patokan acuan teratas agar tak menciptakan polemik baru.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengatakan lembaganya memantau kondisi minyak goreng di 34 provinsi. Selain persoalan penimbunan stok, Ombudsman menemukan adanya perilaku pengalihan barang dari pasar modern ke pasar tradisional serta munculnya panic buying.

“Pemerintah harus membentuk satuan tugas untuk menangani keluhan masyarakat terkait sulitnya mengakses minyak goreng dengan harga sesuai HET,” kata dia.

Selain itu, Ombudsman menyarankan agar badan usaha milik negara (BUMN) ikut berperan memasok 10-15 persen minyak goreng dari total kebutuhan pasar. Di sisi lain, di tengah kenaikan harga acuan CPO, Yeka mengatakan pemerintah harus memastikan stok komoditas harus diprioritaskan untuk kebutuhan minyak goreng di dalam negeri.

Kementerian Perdagangan mendata, sepanjang awal Januari, stok minyak goreng menumpuk di gudang produsen sampai distributornya. Hingga Kamis, 3 Februari, jumlahnya 628 juta liter, baik berupa curah maupun kemasan.

Penimbunan terjadi setelah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2022 terbit. Beleid itulah yang mengatur pengadaan minyak goreng satu harga dengan kemasan sederhana. Produsen diminta memproduksi minyak sebanyak 200 juta liter per bulan.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan bercerita, produsen keberatan lantaran harus menambah tenaga kerja dan bahan baku. “Produsen enggak mau,” katanya.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga tidak merespons Tempo saat dihubungi pada Rabu, 9 Februari, ihwal dugaan penimbunan di tingkat produsen sampai distributor. Namun pada 29 Januari lalu, Sahat sempat mengatakan eksportir merugi akibat berlakunya kewajiban DMO.

“Ekspor sangat terganggu. Banyak biaya atau denda yang harus ditanggung, seperti  demurrage cost karena batal ekspor,” katanya.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan pemerintah harus menahan ekspor agar harga acuan CPO internasional tidak kian naik. “Pengusaha tahu, ini make money,” katanya.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Solihin mengatakan suplai minyak goreng kemasan ke pasar retail tidak memenuhi permintaan dalam beberapa waktu terakhir. Ia menyebut service level atau tingkat pemenuhan pasokan hanya 6 persen dari total pemesanan di seluruh gerai.

“Jadi hitungannya kalau kami pesan seribu, yang datang 60. Kalau pesan 10 ribu, hanya datang 600. Yang jelas di bawah 10 persen,” ujar Solihin saat dihubungi pada akhir Januari.

Selain masalah pasokan, Solihin menyebut tingginya keinginan masyarakat untuk menyetok minyak goreng menjadi salah satu penyebab pasokan di pasar modern, swalayan, hingga gerai-gerai mini market langka. Berdasarkan catatan Aprindo, stok yang semestinya cukup untuk dua pekan telah ludes hanya dalam waktu dua hari.

Pewarta: Francisca Christy Rosana

Sumber: Tempo

Tags : bisnisekonomimasyarakatminyak

The author Redaksi Sahih