close
Kabar Daerah

Lanjutan Kasus Pencopotan Paksa Plang Nama: PW Muhammadiyah Jatim Tegaskan Tanah Wakaf Milik Muhammadiyah

Sumber Foto: Republika

SAHIH.CO, BANDA ACEH – Tim advokat dan penasihat hukum Lembaga Hukum dan HAM PW Muhammadiyah Jawa Timur memberikan siaran pers pada Senin, 7 Maret 2022. Siaran pers tersebut terkait dengan kejadian pencopotan paksa papan nama Muhammadiyah yang berdiri di tanah wakaf milik Muhammadiyah oleh sekelompok orang pada 25 Februari 2022 lalu.

Kejadian pencopotan paksa tersebut sempat diunggah oleh akun YouTube Discovery Banyuwangi. Dalam video berdurasi 25 menit itu terlihat camat, kepala desa, kepala kantor urusan agama (KUA), dan Bintara Pembina Desa (Babinsa) ikut mengawal pencopotan papan nama tersebut.

Camat Cluring, Henri Suhartono, menyebutkan pencopotan itu dilakukan karena sudah menjadi keputusan bersama di tingkat pemerintahan kecamatan. Ia juga menyebut bahwa ada peraturan yang membuat plang nama itu harus dicopot, yaitu peraturan mengenai tata perizinan pendirian bangunan dan kegiatan yang tak diinginkan warga sekitar. Karena itu, pencopotan tersebut dilakukan untuk menjaga kekondusifan di wilayah sekitar.

Siaran Pers

Buntut dari kejadian tersebut, PW Muhammadiyah Jawa Timur melalui tim advokat dan penasihat hukum Lembaga Hukum dan HAM menjelaskan keberadaan tanah wakaf itu secara historis. K.H. Yasin (wakif) mewakafkan tanahnya seluas 2500 meter persegi yang terletak di Dusun Telogosaru (sekarang Dusun Krajan), Desa Tampo, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi. Penerima wakaf itu adalah menantunya yang bernama H. Bakri (nadzir) atau yang merupakan tokoh Muhammadiyah sejak sebelum tahun 1946.

Lalu, H. Bakri mendirikan masjid sederhana di atas tanah wakaf tersebut yang kemudian hari masyarakat sekitar mengenalnya sebagai Masjid Mbah Kyai Bakri atau Masjid Muhammadiyah. Setelah itu, tanah wakaf tersebut terus dikembangkan agar senantiasa bermanfaat.

Pada tahun 1970-an, H. Bakri dan beberapa kader Muhammadiyah mendirikan sebuah sekolah dasar, yaitu SD Muhammadiyah 4 Tampo. Setelah beberapa tahun berjalan, pada pertengahan 1980, sekolah tersebut mulai tidak aktif lagi dan pengelolaannya dipindahkan ke wilayah Cluring.

Pada tahun 1980–1990, gedung bekas SD tersebut dimanfaatkan untuk Pendidikan Guru Agama (PGA). Namun, sekitar delapan tahun kemudian ditutup dengan alasan kebijakan pemerintah saat itu.

Selang dua tahun pasca penutupan PGA, H. Bakri menyerahkan pengelolaan tanah wakaf tersebut secara penuh kepada Ir. Ahmad Djamil yang juga menantunya sebagai nadzir pengganti sekaligus Pimpinan Ranting Muhammadiyah.

Dokumen penyerahan dapat dibuktikan melalui surat kuasa dalam lembaran bersegel tertanggal 12 Maret 1992 atau 7 Ramadan 1412 H. Yang isinya adalah untuk memberikan kuasa penuh dalam mengelola dan menyelamatkan tanah wakaf.

Atas dasar itulah diterbitkan Akta Ikrar Wakaf Pengganti yang dikeluarkan oleh KUA Kecamatan Cluring tertanggal 15 Juli 1992. Dalam poin III Akta Ikrar Wakaf Pengganti disebutkan Ir. Ahmad Jamil dalam jabatannya dan/atau kedudukan badan hukum yang diwakilinya, yaitu sebagai Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah yang mengurus tanah wakaf tersebut.

Segenap bukti-bukti yang ada dengan tegas menunjukkan bahwa tanah wakaf peruntukan dan pengelolaannya berada pada tangan Muhammadiyah. Demikian pula menjadi sah menurut hukum apabila Muhammadiyah memasang papan namanya di atas tanah wakaf yang dimiliki dan dikelolanya sebagai identitas kepemilikan, pengelolaan, dan simbol kehormatan Muhammadiyah.

Mencederai Keharmonisan

Sejak dahulu didirikan masjid dan lembaga pendidikan di atas tanah wakaf milik Muhammadiyah, tidak pernah terjadi masalah dengan masyarakat sekitar. Bahkan sebaliknya, masyarakat sekitar banyak yang memanfaatkan sarana yang dibangun di atas tanah wakaf milik Muhammadiyah tersebut untuk tempat ibadah dan kegiatan pendidikan mereka.

Namun, kejadian yang terjadi pada tanggal 25 Februari lalu mencederai keharmonisan dan turut merusak kekondusifan yang telah berjalan dalam waktu yang lama tersebut. Papan nama yang telah berdiri bertahun-tahun di atas tanah wakaf pengelolaan Muhammadiyah tersebut dengan sengaja dirusak dengan cara digergaji dan dirobohkan, yang mana menurut camat setempat tujuan pencopotan papan nama tersebut adalah untuk menjaga kekondusifan.

Tindakan Hukum

Atas analisis berdasarkan fakta dan dasar hukum, tim advokat dan penasihat hukum Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur memilih jalur hukum sebagai tindak lanjut penyelesaian masalah. Hal tersebut dilakukan dengan melaporkan orang-orang yang telah melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan kepada Ditreskrimum Polda. Perbuatan itu diatur dan diancam dalam Pasal 55 ayat (1) angka 1 KUHP jo. Pasal 170 KUHP.

Tidak cuma itu, Muhammadiyah juga menggugat secara perdata ke Pengadilan Negeri Banyuwangi, yang mana perbuatan itu diatur dan diancam dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Lebih lanjut, Muhammadiyah juga meminta kepada seluruh pihak yang terlibat dalam pencopotan papan nama Muhammadiyah untuk segera mengembalikan dan memasang papan nama tersebut seperti sediakala.

Penulis: Misbahul
Editor: Teuku Zulman Sangga Buana

Tags : intoleransijawa timurmoderasi beragamaMuhammadiyah

The author Redaksi Sahih