Penulis: Arif Rinaldi
Editor: Nauval Pally T
“Otak seperti otot, makin sering digunakan, makin kuat pula fungsinya.” – Norman Doidge, The Brain That Changes Itself.
Gym dan fitness mulai menjadi tren di masyarakat, mulai dari remaja hingga dewasa. Kesadaran akan pentingnya kesehatan fisik tentu saja merupakan hal yang positif. Namun di saat yang sama, kesadaran terhadap kekuatan otak yang makin menurun kurang disadari. Salah satu penyebab utamanya adalah konsumsi konten singkat dan kurang bermanfaat (doomscrolling) secara terus-menerus di gadget.
Bayangkan dua orang, satunya adalah seorang atlet lari, sedangkan satunya hanyalah orang biasa yang tidak pernah melatih fisiknya. Ketika mereka diuji untuk sprint 100m, siapakah pemenangnya?
Hal yang sama juga berlaku untuk otak manusia. Otak tidak secara otomatis memahami hal-hal baru begitu saja, ia perlu diasah agar terbiasa berpikir kritis, logis dan terstruktur. Hal ini dikarenakan otak memiliki sifat neuroplastisitas. Singkatnya, neuroplastisitas adalah kemampuan otak untuk berubah dan berkembang seiring dengan latihan.
Contoh sederhananya bisa kita lihat dalam pelajaran matematika dasar. Dua orang anak dengan tingkat IQ yang sama belajar perkalian dari 1×1 hingga 10×10. Anak pertama memilih untuk mengulang pelajaran tersebut secara rutin, sedangkan anak kedua mencukupkan diri dengan sekali pembelajaran saja. Saat diuji, siapakah yang bisa menyelesaikannya dengan cepat dan tepat? Tentu anak pertama yang telah mengulang pelajarannya. Hal ini karena otaknya telah terbiasa dengan bentuk-bentuk perkalian, sehingga ketika diuji ia lebih siap untuk menghadapinya.
Hal serupa terjadi dalam kehidupan kita saat ini. Di era informasi yang melimpah, kita sering disajikan informasi tanpa sumber yang jelas atau berita nyeleneh yang tidak masuk akal. Sayangnya, sebagian orang menerima informasi tersebut bahkan ikut menyebarkannya tanpa mampu menyaring berbagai informasi tersebut.
Salah satu penyebabnya adalah kurangnya kemampuan untuk berpikir kritis. Otak yang jarang dilatih akan mudah menerima segala hal tanpa pertimbangan logis.
Dampaknya bukan hanya pada kemampuan berpikir, tetapi juga pada kemampuan mengingat. Betapa sering kita lupa akan berbagai hal yang bahkan sepele? Bisa jadi sebabnya karena kita kurang melatih otak kita.
Banyak dari kita yang tidak menyadari bahwa membiarkan otak “malas” dapat memberikan dampak serius bagi seseorang. Gejala awalnya mungkin hanya seperti yang sudah disebutkan, kurang fokus beberapa saat, lupa permasalahan sepele, ataupun permasalahan-permasalahan yang dianggap sepele lainnya.
Maklum, sibuk, sudah tua, dan beberapa alasan lainnya sering menjadi justifikasi masalah tersebut.
Padahal, dalam jangka panjang, hal itu bisa mengakibatkan merosotnya kemampuan kognitif secara lebih serius, seperti kesulitan dalam mengambil keputusan, kurangnya daya berpikir kritis, hingga risiko demensia dini. Berkaitan dengan informasi, kondisi inilah yang seringkali menjadikan seseorang menerima informasi mentah-mentah. Karena “filter” kepalanya telah rusak.
Ada begitu banyak cara untuk melatih organ tubuh yang satu ini, caranya pun tergolong mudah dan murah. Anda bisa mulai dari rutin membaca buku, cukup 10-15 menit tiap harinya atau semampu Anda. Atau bisa juga menggunakan beberapa permainan yang memang dirancang dan sudah terbukti dapat meningkatkan kemampuan berpikir. Selain itu, pola hidup yang sehat seperti olahraga dan tidur yang cukup juga dapat membantu menjaga kesehatan pikiran.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa otak yang aktif secara kognitif memiliki risiko lebih rendah mengalami penurunan fungsi memori di usia lanjut. Bahkan, aktivitas sederhana seperti membaca atau menulis jurnal terbukti mampu menjaga ketajaman pikiran. Artinya, makin sering kita menantang otak dengan aktivitas yang merangsang, makin sehat otak kita dalam jangka panjang.