close
Dunia TengahOpini

Antara Retorika dan Realitas: Analisis Sikap Iran terhadap Gaza dan Afganistan

Sumber Foto: Freepik

Penulis: Rustang Arizal, Lc., M.A.
Editor: Ibnu Amirul

Dalam waktu belakangan ini, Iran cukup berhasil menggiring opini dunia bahwa mereka adalah satu-satunya negara Islam yang dengan gagah berani pasang badan membela Gaza.

Citra buruk sebagai kelompok sesat yang mengafirkan dan melaknat Abu Bakar dan Umar RA yang selama ini identik melekat kepada Syiah, secara perlahan tertutupi oleh “sikap ksatria” Iran yang berdiri bersama Gaza untuk melawan Israel dan Amerika.

Sudah sejak lama Syiah menyuarakan kepada dunia bahwa mereka adalah kelompok Islam yang anti-Amerika.

Slogan seperti “death to America” atau “death to Israel” sangat sering dijumpai di media-media publik Iran bahkan slogan tersebut bergema di dalam parlemen Teheran. [1]

Sebenarnya sikap ini agak aneh dan tampak paradoks, karena secara teologis ataupun historis, sejatinya musuh terbesar Syiah adalah kelompok Sunni, bukan Amerika. Mengapa justru Amerika yang seolah diposisikan sebagai musuh terbesar Syiah?

Mengapa narasi “death” ini tidak diarahkan ke Sunni atau diarahkan langsung ke Arab Saudi yang merupakan kiblat masyarakat Sunni?

Wajar saja jika sebagian analis menganggap bahwa itu tidak lain hanyalah sandiwara, sementara di balik layar, mereka menjalin hubungan yang harmonis!

Anggap saja diterima bahwa Syiah memang benar-benar anti-Amerika, dan “sikap baik” mereka terhadap Gaza saat ini memang lahir dari empati dan kasih sayang terhadap Sunni, lalu, mengapa mereka membantu Amerika membantai dan menjajah Afganistan?

Afganistan dan Gaza keduanya sama-sama dikenal sebagai negeri Sunni. Penjajahan keduanya juga sama-sama melibatkan Amerika.

Mengapa di Gaza, Syiah bersikap bak pahlawan pembela Sunni, sementara di Afghanistan, Syiah membantu Amerika membantai dan menjajah Sunni?

Sejarah telah mencatat bahwa pada akhir tahun 2004, saat Muhammad Khatami masih menjabat presiden, ia dengan bangga menyatakan secara terbuka bahwa tanpa bantuan Iran, Amerika Serikat tidak akan berhasil menginvasi Irak dan Afganistan.[2]

Artinya, sebelum Amerika menginvasi Afganistan, Iran telah memberi komitmen kepada Amerika bahwa mereka akan membantu menguasai Afganistan.

Dan itu bukanlah suatu hal yang baru. Sikap baik Iran terhadap Amerika ini juga sebelumnya ditunjukkan oleh Khatami pasca peristiwa “11 September”.

Ia berkata, “Saya menyampaikan simpati yang mendalam kepada bangsa Amerika, khususnya kepada mereka yang menjadi korban dari serangan tersebut dan juga kepada keluarga para korban,” [3]

Jika hendak konsisten, seharusnya Syiah bergembira saat mendapatkan kabar duka yang menimpa Amerika sebagai konsekuensi dari “death to America”. Mengapa justru ia berbelasungkawa?

Pernyataan itu bukan sekadar narasi diplomatis, tapi pernyataan tersebut diwujudkan dalam bentuk sinergitas konkret dengan Amerika hingga ia berhasil menguasai Afganistan.

Pernyataan senada juga dilontarkan oleh Muhammad Ali Abtahi, Wakil Presiden Iran untuk urusan Hukum dan Parlemen di bagian akhir Konferensi Teluk dan Tantangan Masa Depan yang diselenggarakan oleh Pusat Studi dan Penelitian Strategis Uni Emirat di Abu Dhabi, pada Selasa malam, 15 Januari 2004.

Abtahi menyatakan bahwa negaranya (Iran) telah memberikan banyak bantuan kepada Amerika dalam dua perangnya di Afganistan dan Irak. Dan dia menegaskan bahwa kalau bukan karena kerja sama Iran, Kabul dan Baghdad tidak akan jatuh dengan semudah itu.[4]

Hubungan baik antara Iran dan Amerika sebenarnya bukanlah fenomena baru. Banyak data sejarah yang mengafirmasi hal tersebut.

Di tahun 1999, misalnya, Duta Besar Amerika untuk Qatar, Joseph Ghougassian menyatakan bahwa Presiden Amerika Serikat akan mencabut keputusan yang melarang perusahaan-perusahaan Amerika berbisnis dengan Teheran sebelum akhir tahun 1999.

Dia juga menunjukkan bahwa Clinton telah menangguhkan keputusan yang dikeluarkan oleh Kongres yang melarang perusahaan-perusahaan Barat berbisnis dengan Iran, dan menambahkan bahwa keputusan tersebut akan berakhir secara otomatis pada tahun 2001.

Dia menyatakan keyakinannya bahwa keputusan tersebut tidak akan diperbarui. Dia juga mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan Amerika akan segera kembali beroperasi di Iran. [5]

Jadi, tidak diragukan lagi, pembelaan Syiah terhadap Gaza saat ini tidak mungkin dikarenakan solidaritas dan kecintaan terhadap Sunni.

Karena kalau hal itu yang menjadi motivasinya maka seharusnya Afganistan mendapatkan perlakuan yang sama, karena faktanya keduanya adalah Sunni. Namun, Afganistan bahkan dibantai oleh Syiah melalui tangan Amerika.

Begitu pula dengan sikap terhadap Amerika. Jika seandainya bagi Syiah, Amerika adalah musuh ideologis, maka, roket-roket Syiah saat Amerika menyerang Afghaistan seharusnya diarahkan ke alutsista Amerika, seperti yang dilakukan di Gaza. Atau paling tidak akses zona udara Iran ditutup secara ketat agar pesawat-pesawat tempur Amerika tidak seenaknya bolak-balik melewati Iran.

Analisis ini menunjukkan bahwa pembelaan terhadap Gaza dan serangan yang dilakukan terhadap Israel dan Amerika saat ini, bukan karena mereka empati terhadap Gaza ataupun karena kebencian ideologis kepada Israel dan Amerika. Dalam keyakinan Syiah, keselamatan nyawa seorang Sunni sama sekali tidak menjadi bagian yang layak untuk diberikan empati. Justru sebaliknya.

Satu-satunya alasan yang tampak rasional mengapa Gaza memperoleh perhatian dan pembelaan, sementara Afganistan justru dibantai adalah karena Gaza—dibandingkan Afganistan—memiliki nilai strategis yang lebih signifikan dalam mendukung agenda geopolitik kelompok Syiah.

Agenda besar ini diupayakan melalui berbagai pendekatan yang bersifat pragmatis, baik dengan menjalin hubungan kooperatif dengan Amerika maupun dengan mengambil posisi konfrontatif terhadapnya. Sangat tergantung pada situasi dan kondisi yang paling menguntungkan Syiah secara ideologis.

Referensi:

[1] https://youtu.be/r_f8JxrcYNk?si=U5IKpqxHJJ8NVu7Y(Video daring yang menampilkan slogan “death to America” dan _“death to Israel” di parlemen Teherān).

[2] https://www.albayan.co.uk/MGZarticle2.aspx?ID=3461 (Artikel daring yang memuat pernyataan Presiden Iran Muhammad Khatami terkait bantuan terhadap invasi Amerika di Irak dan Afghanistan) https://x.com/AydaNews/status/1871552263820546174 (Video yang menampilkan pengakuan presiden Ahmadi Nejad bahwa Iran telah membantu Amerika di Afganistan dan Irak)

[3] Bagian ini berasal dari artikel The New Yorker berjudul “Shadow Land” yang diterbitkan pada 18 Februari 2002. (Sumber media Barat yang mengutip pernyataan simpati Iran terhadap korban peristiwa 11 September).

[4] Syahāṭah Shaqr, Humul ‘aduwwu faḥdharhum, hlm. 145.

[5] Surat kabar Al-Ḥayāt, edisi ke-13056, tanggal 13 Sya‘bān 1419 H / 2 Desember 1998 M.

Tags : afganistanamerikabaratberita internasionalgazairanislamkemanusiaanPerangpolitiksunnisuriahsyiahtimur tengah

The author Redaksi Sahih