close
Politik & Hukum

Pakar Hukum: Dugaan Korupsi Tes PCR Lebih Penting Diusut Ketimbang Formula E

Foto: Freepik

Pakar hukum tata Negara Refly Harun menyarankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) fokus untuk mengusut dugaan korupsi tes PCR yang melibatkan oknum menteri dari pada kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ajang balap mobil listrik atau Formula E di DKI Jakarta.

“Mesti prioritaskan kasus seperti bisnis ‘PCR’, ada angka yang jelas serta aktor yang diduga terlihat jelas,” kata Refly seperti dikutip dari Antara, Senin (15/11).

Refly juga meminta agar KPK tidak bertindak sebagai auditor dalam kasus Formula E. Hal itu lantaran wilayah dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lebih baik, kata Refly, KPK memprioritaskan mengusut kasus-kasus yang sudah lebih jelas dugaan kerugian Negara dan siapa aktornya yang terlibat.

“Ini kok terkesan KPK seperti sedang melakukan audit sebuah kegiatan, bukan melakukan investigasi kasus korupsi. Soal audit itu kan ranahnya BPK, dan setahu saya BPK sudah melakukan audit dan sudah ada hasilnya,” ungkap Refly.

Refly pun memahami jika KPK tentu menerima banyak laporan masyarakat terkait sejumlah kasus atau persoalan, baik yang memiliki indikasi korupsi maupun karena faktor lain. Namun demikian, jangan sampai memunculkan anggapan publik soal Formula E.

“Jangan sampai memunculkan anggapan publik bahwa ini untuk mengincar Gubernur DKI. Saya tidak bisa membenarkan atau menyalahkan, namanya imajinasi publik, bisa muncul kapan dan apa saja, ucap dia.

Dia menjelaskan politik sangat berkelindan dengan penegakan hukum, sehingga dapat membahayakan proses demokrasi. “Karena lawan politik itu bisa dihabisi dengan proses hukum. Kini KPK bisa mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). KPK bisa sewaktu-waktu menetapkan orang menjadi tersangka, dan kemudian di-SP3. Ini dugaan spekulasi yang saya tidak bisa benarkan dan salahkan, kita inginkan 2024 itu ‘fair’ pilpresnya,” ujar Refly menegaskan.

Pakar hukum tata negara lainnya, Margarito Kamis, juga menyarankan KPK dapat menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E di DKI Jakarta. “Hal yang standar adalah dugaan pidanannya sudah harus ada, bukan baru dicari-cari. Jadi, setiap tindakan penyelidikan itu diawali dengan asumsi pidananya sudah ada,” kata Margarito.

Menurut Margarito, hal yang keliru sejak awal sudah menyalahi prosedur paling dasar dalam penentuan dugaan pidana. “Kalau menyelidiki sesuatu peristiwa hukum, di kepala Anda peristiwa itu harus sudah memiliki aspek pidana, tinggal memperoleh bukti-bukti untuk menguatkan bahwa itu peristiwa pidana. Bukan mencari-cari bukti untuk menemukan bahwa itu peristiwa pidana, jadi ini cara berpikir KPK amat terbalik, ini sangat salah,” kata Margarito menjelaskan.

Terkait dengan pemberian commitment fee dan penundaan 2 tahun penyelenggaraan Formula E, menurut dia, bukan karena hal yang dalam kendali manusia karena 2 tahun terakhir terjadi pandemi COVID-19 yang melanda seluruh dunia.

“Karena hal yang menggagalkan peristiwa itu (Formula E) bukan hal yang disebabkan oleh manusia, melainkan sebab alamiah yang enggak bisa diprediksi secara objektif. Akibat hukumnya adalah siapa pun itu tak bisa dibebani tanggung jawab hukum,” ungkap Margarito.

Terkait dengan dana pinjaman bank yang digunakan, lanjut Margarito, apa pun pinjaman tersebut akan membebani APBD. Apabila memang terjadi penyalahgunaan, sistem keuangan daerah memiliki hak untuk menuntut ganti rugi kepada penyelenggara. “Itu juga harus didasari oleh temuan Badan Pemeriksa Keuangan,” ujar Margarito.

Dengan kondisi demikian, Margarito menyarankan KPK untuk menghentikan pengusutan Formula E karena akan memengaruhi asumsi publik ke KPK. Publik akan menilai KPK sebagai alat politik golongan tertentu.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ajang balap mobil listrik atau Formula E di DKI Jakarta akan dihentikan bila tidak ditemukannya unsur pidana. “Penyelidikan ini yang dicari adalah peristiwa pidananya dulu. Apakah ada atau tidak, kalau kemudian tidak ada (peristiwa pidananya) ya tidak dilanjutkan,” kata Ali.

Ali menjelaskan pada prinsipnya proses penyelidikan itu adalah mencari peristiwa pidana. Ali mengungkapkan, proses itu nantinya akan ditemukan saat pengumpulan data, informasi dan bahan keterangan. “Nanti ketika mencari peristiwa pidana ini ada pengumpulan data, informasi, dan bahan keterangan,” jelas Ali.

Ali menegaskan siapa pun yang mengetahui terkait keseluruhan penyelenggaraan Formula E ini akan dipanggil. Kemudian mereka dimintai keterangan oleh tim penyelidik. “Hal itu untuk memastikan apakah benar di dalam penyelenggaraan ini ada peristiwa pidana,” kata Ali.

Seperti diketahui, pada Selasa (9/11) lalu, Pemprov DKI Jakarta dan BUMD DKI PT Jakarta Propertindo (Jakpro) menyerahkan dokumen yang berisi seluruh proses Formula E kepada KPK. Dokumen setebal 600 halaman itu diharapkan agar KPK mendapatkan informasi secara detail dan utuh mengenai penyelenggaraan ajang balap mobil listrik itu.

Kedua pihak mengharapkan upaya itu dapat mendukung langkah KPK dalam mengeliminasi potensi penyalahgunaan sebagai bagian dari program pencegahan korupsi di lingkup pemerintahan dan BUMD DKI Jakarta.

Kepala Inspektorat DKI Jakarta Syaefulloh Hidayat mengatakan penyerahan dokumen mengenai penyelenggaraan Formula E kepada KPK merupakan bentuk transparansi Pemprov DKI Jakarta. Hari ini, kami menyerahkan dokumen, dokumen mengenai penyelenggaraan Formula E. Ini adalah salah satu bentuk komitmen kami di Pemprov DKI Jakarta untuk terus meningkatkan “governance reform” di Pemprov DKI Jakarta,” ujar Syaefulloh.

Selain itu, kata dia, juga bagian dari implementasi program pencegahan korupsi terintegrasi yang merupakan program koordinasi dan supervisi pencegahan (korsupgah) KPK. “Kedua, ini juga merupakan bagian dari implementasi program pencegahan korupsi terintegrasi yang merupakan program korsupgah KPK. Mudah-mudahan dengan seperti ini kita ingin sama-sama transparan dan akuntabel,” kata Syaefulloh.

Selanjutnya, kata dia lagi, penyerahan dokumem tersebut juga merupakan bagian dari upaya memitigasi risiko dalam setiap penyelenggaraan urusan pemerintahan khususnya di Pemprov DKI Jakarta. “Dengan menyerahkan dokumen ini, kami berharap memperoleh feedback dari KPK dan memperoleh rekomendasi untuk perbaikan ke depan,” katanya.

Ia mengatakan Pemprov DKI siap memberikan keterangan jika KPK memerlukan penjelasan lebih lanjut soal penyelenggaraan Formula E tersebut. “Terakhir, tentu kami Pemprov DKI Jakarta siap jika sewaktu-waktu diperlukan penjelasan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Formula E di Jakarta,” ujar Syaefulloh.

Sumber: Hukum Online

Tags : covid-19hukumkorupsiKPKpandemites PCR

The author Redaksi Sahih

Leave a Response