close
Kabar Internasional

Ada Bias Rasial pada Alat Medis, Dari Oksimeter hingga Alat Berbasis Kecerdasan Buatan

Sumber Foto: Freepik

Menteri Kesehatan Inggris, Sajid Javid, telah mengumumkan tinjauan terhadap rasisme sistemik dan bias gender dalam alat medis. Pengumuman ini sebagai tanggapan atas kekhawatiran bahwa kedua hal itu dapat berkontribusi pada hasil yang lebih buruk bagi perempuan dan orang kulit hitam.

Kepada Sunday Times, Javid berkata, “Sangat mudah untuk melihat mesin dan berasumsi bahwa setiap orang mendapatkan pengalaman yang sama. Namun, teknologi diciptakan dan dikembangkan oleh manusia sehingga bias, betapa pun tidak disengajanya, dapat menjadi masalah juga.”

Kami meninjau beberapa alat yang digunakan dalam perawatan kesehatan yang telah menimbulkan kekhawatiran akan adanya bias rasial.

Oksimeter

Oksimeter memperkirakan jumlah oksigen dalam darah seseorang. Alat ini merupakan alat penting dalam menentukan pasien Covid mana yang mungkin memerlukan perawatan di rumah sakit—beberapa pasien dapat memiliki kadar oksigen yang sangat rendah tanpa disadari.

Kekhawatiran telah muncul, bagaimanapun, bahwa perangkat bekerja kurang baik untuk pasien dengan kulit lebih gelap. Layanan Kesehatan Nasional (NHS) dan Badan Pengatur Obat-obatan dan Produk Kesehatan (MHRA) Inggris mengatakan oksimeter nadi bisa terlalu tinggi dalam menaksir jumlah oksigen dalam darah.

Javid mengatakan kepada Guardian bulan lalu bahwa perangkat itu dirancang untuk kaukasia (orang kulit putih). “Akibatnya, Anda cenderung terbaca tidak mendapatkan oksigen jika Anda berkulit hitam atau cokelat karena pembacaannya salah,” katanya.

Para ahli percaya ketidakakuratan bisa menjadi salah satu alasan mengapa tingkat kematian lebih tinggi di antara orang-orang etnis minoritas, meskipun faktor lain mungkin juga berperan. Misalnya, bekerja di pekerjaan yang memiliki eksposur kematian lebih besar daripada orang lain.

Masker Pernapasan

Respirator tingkat medis sangat penting untuk membantu menjaga petugas kesehatan tetap aman dari Covid karena ia menawarkan perlindungan kepada pemakainya terhadap partikel besar dan kecil yang dihembuskan orang lain. Namun, untuk memberikan perlindungan terbaik, masker bedah (FFP) harus cocok dan benar. Penelitian menunjukkan bahwa masker tersebut tidak cocok untuk orang dari beberapa latar belakang etnis.

“Perlindungan virus yang memadai hanya dapat diberikan oleh respirator yang sesuai dengan karakteristik wajah pemakainya. Tingkat kesesuaian awal [tingkat yang menunjukkan respirator lulus tes kecocokan] bervariasi antara 40% dan 90% dan sangat rendah pada wanita dan petugas kesehatan yang berasal dari Asia,” sebuah jurnal yang diterbitkan pada tahun 2020 mencatat.

Jurnal lain yang diterbitkan pada bulan September menemukan bahwa studi tentang kecocokan Peralatan Perlindungan Personal (PPE) tersebut sebagian besar difokuskan pada populasi kaukasia atau etnis tunggal. “Orang-orang etnis kulit hitam, Asia, dan minoritas (BAME) tetap kurang terwakili, membatasi perbandingan antarkelompok etnis,” katanya.

Spirometer

Spirometer mengukur kapasitas paru-paru. Akan tetapi, para ahli telah mengemukakan kekhawatiran bahwa ada bias rasial dalam interpretasi data yang dikumpulkan dari alat tersebut.

Dalam jurnal Science, Dr. Achuta Kadambi, seorang insinyur listrik dan ilmuwan komputer di University of California, Los Angeles mengatakan orang kulit hitam atau Asia diasumsikan memiliki kapasitas paru-paru lebih rendah daripada orang kulit putih—keyakinan yang dia catat mungkin didasarkan pada ketidakakuratan dalam studi sebelumnya. Akibatnya, faktor “koreksi” diterapkan pada interpretasi data spirometer—situasi yang dapat memengaruhi urutan perawatan pasien.

“Misalnya, sebelum “koreksi” kapasitas paru-paru orang kulit hitam mungkin diukur lebih rendah daripada kapasitas paru-paru orang kulit putih” tulis Kadambi.

“Setelah “koreksi” untuk kapasitas paru-paru dasar yang lebih kecil, rencana perawatan akan memprioritaskan orang kulit putih karena diharapkan orang kulit hitam memiliki kapasitas paru-paru yang lebih kecil sehingga kapasitas mereka harus jauh lebih rendah daripada orang kulit putih sebelum pengurangan itu dianggap sebagai prioritas.”

Area lain yang menurut Kadambi mungkin terpengaruh oleh bias rasial adalah plethysmography jarak jauh, sebuah teknologi yang mengukur denyut nadi dengan melihat perubahan warna kulit yang ditangkap oleh video. Kadambi mengatakan isyarat visual seperti itu mungkin bias oleh kandungan melanin di bawah permukaan—dengan kata lain, warna kulit.

Sistem Kecerdasan Buatan

Kecerdasarn buatan makin dikembangkan untuk alat bantuan dalam perawatan kesehatan, termasuk untuk membantu para profesional dalam mendiagnosis kondisi. Namun, ada kekhawatiran bahwa bias dalam data yang digunakan untuk mengembangkan sistem semacam itu berisiko menjadi kurang akurat untuk orang kulit hitam.

Kekhawatiran seperti itu baru-baru ini diangkat sehubungan dengan sistem kecerdasan buatan untuk mendiagnosis kanker kulit. Para peneliti mengungkapkan bahwa beberapa pangkalan data gambar yang tersedia secara bebas yang dapat digunakan untuk mengembangkan kecerdasan buatan semacam itu diberi label dengan etnis atau jenis kulit. Dari mereka yang memiliki informasi tersebut, hanya segelintir orang yang tercatat memiliki kulit cokelat tua atau hitam.

Ini adalah masalah yang diakui Javid. Ia mengumumkan pendanaan baru bulan lalu untuk proyek kecerdasan buatan dengan tujuan mengatasi ketidaksetaraan rasial dalam perawatan kesehatan, seperti deteksi retinopati diabetik.

Ia mencatat bahwa satu area fokusnya adalah pengembangan standar untuk memastikan kumpulan data yang digunakan dalam mengembangkan sistem kecerdasan buatan adalah beragam dan inklusif.

“Jika kita hanya melatih kecerdasan buatan dengan menggunakan sebagian besar data dari pasien kulit putih, itu tidak dapat membantu populasi kita secara keseluruhan. Kita perlu memastikan data yang kita kumpulkan mewakili kita semua,” katanya.

 

Penulis: Nicola Davis

Penerjemah: Muhajir Julizar
Editor: Teuku Zulman Sangga Buana

 

Sumber: The Guardian

Tags : alat mediskemanusiaankesehatanoksimeterrasisme

The author Redaksi Sahih

Leave a Response