close
Sumber Foto: Pixabay

Bagi pecinta cokelat, tidak ada yang dapat menandingi, dan jika biji kakao dapat dibudidayakan di mana saja, pohon kakao (Theobroma cacao) mungkin melebihi jumlah pohon apel di pekarangan Amerika. Ia pasti akan melebihi jumlah tanaman yang menghasilkan sayuran.

Sayangnya, pohon kakao tidak tumbuh subur di iklim sedang di Amerika Serikat. Cokelat tumbuh paling baik di tempat yang membuatnya meleleh dengan cepat jika diletakkan di tangan. Selama beberapa dekade ke depan, tempat-tempat itu mungkin akan lebih hangat, lebih kering, dan kurang cocok untuk budi daya kakao. Namun, dengan perencanaan dan adaptasi, petani kakao dapat terus memproduksi suguhan favorit kita itu.

Geografi Cokelat

Kakao hanya dapat tumbuh di sekitar 20° utara dan selatan khatulistiwa—di selatan rumah carob Mediterania, sebenarnya. Pohon kakao hanya tumbuh subur dalam kondisi tertentu, termasuk suhu yang cukup seragam, kelembapan tinggi, hujan yang melimpah, tanah yang kaya nitrogen, dan perlindungan dari angin. Singkatnya, pohon kakao tumbuh subur di hutan hujan.

Cokelat sekarang tumbuh di seluruh dunia—biasanya di 10° utara dan selatan khatulistiwa. Produsen terkemuka dunia adalah Pantai Gading, Ghana, dan Indonesia. Pantai Gading dan Ghana memproduksi lebih dari separuh cokelat dunia. Namun, penelitian yang disoroti dalam laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) berjudul “Climate Change 2014: Impacts, Adaptation, and Vulnerabilitymenunjukkan bahwa, di bawah skenario “business as usual (bisnis berjalan seperti biasanya)”, negara-negara tersebut akan mengalami peningkatan 3,8°F (2,1°C) suhu pada tahun 2050 dan pengurangan yang nyata dalam area budi daya yang cocok.

Bukan Panasnya, tetapi (kurangnya) Kelembapannya

Bahan pokok lain yang dikonsumsi orang Amerika, kopi, menderita kerugian langsung karena kenaikan suhu, tetapi cokelat berbeda. Naiknya suhu saja tidak serta-merta mengganggu produksi kakao. Daerah budi daya kakao di Malaysia, misalnya, telah mengalami iklim yang lebih hangat daripada di Afrika Barat tanpa efek negatif yang berarti.

Bunga Kakao di Kebun Raya New York, Bronx. Foto dari Flickr

Bahaya cokelat berasal dari peningkatan evapotranspirasi, terutama karena suhu yang lebih tinggi yang diperkirakan untuk Afrika Barat pada tahun 2050 tidak mungkin disertai dengan peningkatan curah hujan, menurut skenario emisi karbon dioksida business as usual. Dengan kata lain, karena suhu yang lebih tinggi memeras lebih banyak air dari tanah dan tanaman, kecil kemungkinan curah hujan akan cukup meningkat untuk mengimbangi hilangnya kelembapan.

Beberapa penelitian yang disoroti dalam laporan IPCC 2014 adalah penelitian tahun 2013 yang dipimpin oleh Peter Läderach. Läderach menulis makalah tahun 2011 yang memberikan perkiraan yang cukup mengerikan untuk budi daya kakao; studi 2013 mencapai kesimpulan yang sedikit kurang mengkhawatirkan, meskipun tantangan bagi petani kakao Afrika Barat tetap ada.

Perjuangan yang Berat

Pada tahun 2050, kenaikan suhu akan mendorong area budi daya kakao yang cocok menanjak. IPCC melaporkan bahwa ketinggian optimal Pantai Gading dan Ghana untuk budi daya kakao diperkirakan akan meningkat dari 350–800 kaki (100–250 meter) menjadi 1.500–1.600 kaki (450–500 meter) di atas permukaan laut.

Peta-peta ini menunjukkan kecocokan untuk budi daya kakao saat ini (kiri) dan diproyeksikan untuk 2050 (kanan). Gambar dari Laderach dkk.

Läderach dan timnya melaporkan bahwa area yang diharapkan memiliki kondisi budi daya kakao yang lebih baik sering kali merupakan daerah berbukit. Salah satu contohnya adalah Pegunungan Atewa di Ghana. Itu adalah hutan lindung yang tidak mengizinkan budi daya. Negara-negara penghasil kakao mungkin harus memilih prioritas mana yang lebih penting; menumbuhkan produksi untuk memenuhi permintaan global atau melestarikan habitat alam.

Faktanya, Läderach dan rekan penulisnya menemukan bahwa, dari 294 lokasi yang diperiksa dalam penelitian mereka, hanya 10,5% yang menunjukkan peningkatan kesesuaian untuk produksi kakao; 89,5% sisanya kemungkinan akan menjadi kurang sesuai pada tahun 2050. Para penulis melanjutkan, “Perubahan kesesuaian iklim ini diperkirakan terjadi selama periode waktu hampir 40 tahun sehingga sebagian besar akan berdampak pada generasi berikutnya daripada pada generasi pohon kakao dan petani saat ini. Dengan kata lain, ada waktu untuk adaptasi.”

Membantu Cokelat Mengatasi Perubahan Iklim

Salah satu strategi adaptasi yang dapat dilakukan adalah dengan menyediakan benih kakao yang dibiakkan secara selektif yang memiliki ketahanan terhadap kekeringan yang unggul bagi para petani. Strategi lain melibatkan metode budi daya kakao tradisional yang memanfaatkan kondisi alami tumbuhnya kakao.

Pemanenan kakao di Kolombia. Foto dari USAID.

Dikenal di Brazil sebagai cabruca, pendekatan ini melibatkan pemeliharaan, atau penanaman kembali (dalam beberapa kasus), dan pohon hutan hujan lainnya, yang memberikan naungan bagi pohon kakao. Seperti daya tarik turis Eropa Utara di Mediterania, pohon kakao mendapat manfaat besar dari pohon naungan. Pendekatan ini dapat membantu menurunkan suhu dan evapotranspirasi.

Pohon-pohon yang lebih tinggi juga memberikan perlindungan dari angin dan erosi tanah, dan serasah daun yang kaya nutrisi. Pohon kakao yang dibudidayakan dengan pendekatan ini tampak lebih tahan terhadap hama dan tanah dapat mempertahankan kemampuannya untuk mendukung kakao dengan lebih baik dalam jangka panjang.

Cabruca menawarkan satu keuntungan lagi, yaitu menetapnya karbon yang seharusnya dilepaskan ke atmosfer ketika hutan ditebangi. Ia tetap disimpan di pohon. Sebuah studi yang dilakukan di Kamerun Selatan dan diterbitkan pada tahun 2009 menemukan bahwa hutan kakao di wilayah itu menyimpan rata-rata 243 metrik ton karbon dioksida per hektar (sekitar 2,5 hektar). Sebagai perbandingan, pada 2011–2015, Bank Dunia melaporkan, warga AS melepaskan sekitar 17,0 metrik ton karbon dioksida per orang per tahun. Studi lain, yang dilakukan di Brazil dan diterbitkan pada 2014, menyimpulkan bahwa praktik cabruca yang baik dan benar dapat menggandakan produksi kakao dengan cara yang ramah iklim.

Jadi, meskipun Anda mungkin tidak dapat menanam cokelat sendiri di halaman belakang rumah sendiri, Anda masih dapat menikmati suguhan paling lezat ini, yang dikirim dari negeri-negeri eksotis. Jika petani kakao dapat merencanakan masa depan, itu akan menjadi kabar baik bagi selera Anda dan planet kita.

 

Penerjemah: Muhajir Julizar
Editor: Teuku Zulman Sangga Buana

 

Sumber: Climate.gov

Tags : bisniscokelatiklimkulinerperubahan iklim

The author Redaksi Sahih

Leave a Response