close
BisnisKabar Nasional

Agar Limbah Sawit Lebih Berdaya Guna

Sumber Foto: Pixabay

Tahun lalu, Indonesia telah menyumbang emisi sekitar 6,45–7,42 juta ton setara CO2 hanya dari limbah tandan kosong produksi sawit. Itu adalah keniscayaan bagi negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia seperti Indonesia. Emisi tersebut terproduksi dari perkebunan sawit hingga industri pengelohan sawit itu sendiri.

Dilansir dari theconversation.com, dalam satu ton tandan buah segar (TBS) sawit yang diolah di pabrik minyak kelapa sawit ini akan menghasilkan limbah padat dalam bentuk pelepah sebanyak 0,135–0,15 ton dan tandan kosong 0,20–0,23 ton. Seterusnya, jika mengacu pada angka-angka tersebut, pada tahun 2021 Indonesia telah memproduksi limbah pelepah sebesar 5–6,4 juta ton dan limbah tandan kosong sebanyak 37,08–42,65 juta ton. Angka-angka ini merujuk pada produksi minyak sawit pada periode tersebut, yaitu sebesar 44,5 juta metrik ton.

Sejauh ini, limbah padat dari kelapa sawit secara umum hanya dimanfaatkan untuk pupuk, bahan bakar padat, atau sekadar ditimbun di lahan perkebunan. Padahal, timbunan tandan kosong ini berisiko melepaskan emisi 17,4 kg setara CO2 ke atmosfer dalam setiap kilogramnya.

Sebagai informasi, emisi atau yang disebut juga gas buangan adalah zat berupa gas yang dihasilkan dari aktivitas pembakaran senyawa-senyawa yang mengandung karbon. Ia merupakan salah satu pemicu terjadinya pencemaran udara dan perubahan iklim, yang selanjutnya akan berdampak buruk terhadap kesehatan manusia dan lingkungan secara luas.

Oleh karena itu, pengolahan limbah sawit menjadi bahan baku pembuatan bioetanol menjadi opsi pengolahan yang lebih ramah lingkungan. Berbagai penelitian telah membuktikan potensi olahan ini. Misalnya, penelitian “Aplikasi Pretreatment Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Penambahan CO2 sebagai Agen Impregnasi pada Steam Explosion dan Alkali Explosion pada Produksi Bioetanol” dan “The Effect of Substrate Loading on Simultaneous Saccharification and Fermentation Process for Bioethanol Production from Oil Palm Empty Fruit Bunches”.

Menurut penelitian tersebut, penggunaan tandan kosong sawit hasil perlakuan awal—perlakuan awal dimulai dengan proses pencacahan dan penggilingan—sebanyak 250 gram per liter (g/L) akan menghasilkan bioetanol sebesar 83,4 g/L. Sementara itu, untuk 150 g/L pelepah sawit hasil perlakuan awal akan memproduksi bioetanol sebanyak 59,2 g/L.

Sampai saat ini, hal yang paling kuasa menyendat realisasi wacana ini adalah biaya produksi yang masih tinggi, yaitu berkisar di angka Rp8.500 per liter. Hal ini bahkan lebih mahal dari harga eceran bensin premium maupun pertalite yang dijual oleh PT Pertamina.

Namun, jika hendak becermin pada negara Brazil, mungkin Indonesia dapat mencampurkan beberapa persen etanol ke dalam bensin—pemerintah sudah mencanangkan program E5, yaitu formulasi dengan 5% etanol dan 95% bensin. Adapun Brazil telah sukses mencampurkan 25% etanol ke dalam bensin dalam program E25-nya. Di samping tentu, berbagai lembaga penelitian maupun universitas harus terus melanjutkan penelitian bioetanol guna menekan ongkos produksi sehingga layak secara komersial, papar Eka Triwahyuni dalam artikelnya.


Penulis: M. Haris Syahputra
Editor Naskah: Teuku Zulman Sangga Buana
Editor Substantif: Nauval Pally Taran

Tags : bisnisekonomilingkunganpertaniansawitteknologi

The author Redaksi Sahih