close
Kabar Nasional

Akademisi Unpad: Pakai Masker 1-2 Tahun ke Depan untuk Hentikan Pandemi

Sumber Foto: Pixabay

SAHIH.CO, JAKARTA – Pandemi Covid-19 bisa dihentikan dengan berbagai upaya. Intinya, menurut dosen dan Kepala Laboratorium Mikrobiologi Terapan Departemen Biologi Universitas Padjadjaran (Unpad), Mia Miranti Rustama, dengan tidak menjadikan tubuh sebagai tempat virus Corona berkembang biak. Caranya dengan menghindari kerumunan, menjaga jarak (social distancing), mengurangi mobilitas terutama ke daerah yang sedang banyak kasus wabah.

Upaya perlindungan diri yang paling efektif menurutnya dengan terus memakai masker di tempat umum, juga rajin cuci tangan, dan menjaga kebersihan diri. “Mungkin hingga 1-2 tahun ke depan pemakaian masker masih menjadi cara paling efektif untuk mencegah penularan virus ini,” katanya kepada Tempo, Kamis, 10 Februari 2022.

Virus menurutnya bukan makhluk hidup, juga bukan sel, melainkan disebut partikel. Virus dianggap makhluk hidup karena bisa berkembang biak dengan mekanismenya yang berbeda dari sel pada umumnya lewat pembelahan diri jadi dua atau peleburan sel satu dengan sel dua. Sementara perkembang biakan virus mengikuti mekanisme replikasi sel inang yang ditempelinya.

Proses replikasi virus itu menurut Mia, merusak sel hidup dengan dua cara. Jika kloning virusnya sudah banyak di dalam sel, virus akan keluar sel dan menyebabkan selnya pecah hingga mati. “Itu yang membuat kita sakit,” ujarnya. Cara lain dengan menggabungkan asam nukleat virus dengan asam nukleat inangnya. “Menyebabkan transformasi sel yang dikenal sebagai sel kanker.

Pada kasus Covid-19 ini virusnya punya domain binding receptor atau ligan, sementara manusia punya reseptor ACE2 yang berada di paru-paru. Setelah saling terikat, virusnya bereplikasi dalam sel paru. Virus pandemi yang dinamakan SARS-CoV-2 itu menurut Mia, bukan berasal atau mutasi dari SARS-CoV-1 atau SARS yang mengakibatkan epidemi di Cina, Korea, dan Vietnam pada kurun 2004-2005. “Namun berdasarkan jurnal ilmiah, 80 persen gen SARS CoV-2 mirip dengan SARS,” ujarnya.

Menurut Mia, SARS-CoV-2 varian awal yang diketahui berasal dari Wuhan di Cina, bermutasi di setiap tempat di dunia dengan mekanisme yang belum diketahui. Diantaranya menjadi berbagai macam varian baru seperti Alfa atau B.1.1.7 yang ditemukan di Inggris, Beta atau B.1351 di Afrika Selatan, Gamma atau P.1 hasil temuan di Brazil. Selanjutnya varian Delta atau B.1.617.2 ditemukan di India, lalu Omicron atau B.1.1.529 di Afrika Selatan. “Dari sejarah perkembangan virus, setiap virus masuk ke suatu daerah atau negara yang dibawa traveller lalu bermutasi sendiri sebagai upaya untuk beradaptasi,” katanya.

Adapun di Indonesia menurut penelitian Lembaga Eijkman, virus Corona punya strain sendiri, namun tidak mendominasi seperti di negara lain. Dibandingkan dengan varian sebelumnya, menurut Mia, Omicron memiliki kemampuan lebih cepat masuk ke dalam sel tubuh manusia dibandingkan varian lainnya. Upaya virus agar cepat masuk ke dalam sel adalah dengan mutasi terutama pada spike proteinnya.

“Mekanisme mutasi virus ini bisa membuat varian virus baru yang semakin ganas atau virulensi tinggi dan tingkat kemampuan menginfeksinya lebih cepat,” ujarnya. Selain itu bisa terjadi sebaliknya, yaitu tingkat keganasan virusnya melemah. Contoh virus yang mengalami pelemahan karena disubkultur pada inang pengganti adalah virus yang dibuat untuk vaksin polio.

Pewarta: Anwar Siswadi

Sumber: Tempo

Tags : akademisimaskerpakai maskerpandemipenelitian

The author Redaksi Sahih