close
Fikih

Pandangan Islam tentang Menimbun Barang

Sumber Foto: IDX Channel

Pasca pemerintah mencabut Harga Eceran Tertinggi (HET), entah kenapa persediaan minyak goreng tiba-tiba melimpah. Harganya pun naik drastis. Karena itu, tak sedikit yang menduga ada banyak pihak yang melakukan penimbunan terhadap komoditas tersebut. Sebenarnya ini bukan perkara baru, kasus yang sama juga terjadi pada masker dan penyanitasi tangan (hand sanitizer) sebelumnya. Akibat penimbunan yang dilakukan, harga kedua barang itu naik drastis.

Sebagai agama yang paripurna, tentulah Islam mengatur segala bentuk pernak-pernik kehidupan manusia, termasuk mengenai penimbunan barang untuk dijual kembali ketika harga naik. Menarik untuk disimak, bagaimana Islam memandang fenomena penimbunan barang yang terjadi tersebut?

Menimbun Barang dalam Islam

Dalam istilah fikih, menimbun barang dikenal dengan nama ihtikar. Para ulama lintas mazhab memiliki pengertian yang berbeda-beda tentang ta’rif (definisi) ihtikar. Akan tetapi, semuanya punya maksud yang sama dalam merumuskan ta’rif ihtikar. Maksudnya adalah menyimpan barang yang dibutuhkan oleh masyarakat dan menjualnya kembali setelah harga melonjak.

Atas dasar tersebut, para ulama lintas mazhab telah sepakat dengan haramnya hukum ihtikar karena keumuman dalil yang melarang perbuatan tersebut. Di antaranya adalah hadis dari Nabi shallallahu ’alaihi wasallam,

مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ

Orang yang menimbun barang maka ia berdosa.” (HR. Muslim)

الْجَالِبُ مَرْزُوقٌ ، وَالْمُحْتَكِرُ مَلْعُونٌ

Pedagang mendapat rizki dan penimbun mendapatkan laknat. (HR.  Ibnu Majah)

Meskipun demikian, para ulama memiliki perbedaan dalam merumuskan mana saja penimbunan yang tergolong ihtikar dan yang tidak tergolong ihtikar. Sebagian ulama menyebutkan hukum ihtikar dapat terjadi jika yang ditimbun adalah bahan makanan, sebagaimana teks hadis yang terkait. Namun, jika bukan bahan makanan, semisal kapas dan kulit kambing yang sudah disamak, dibolehkan untuk ditimbun. Pendapat tersebut ternukilkan dari Ibnul Mubarak dan selainnya, seperti Imam Nawawi.

Pendapat lain menyebutkan bahwa hukum ihtikar berlaku pada semua barang, baik itu bahan makanan maupun selainnya. Imam Syaukani dalam Nailul Authar menyebutkan, “Kata-kata bahan makanan pada sebagian riwayat tidak dapat menjadi alasan bahwa yang terlarang hanyalah menimbun bahan makanan. Kesimpulan yang benar dalam masalah ini adalah semua barang yang diperlukan oleh banyak orang tidak boleh ditimbun, termasuk bahan makanan pokok.”

Hal yang sama juga disebutkan oleh Imam Ramli, “Seharusnya larangan menimbun itu diberlakukan untuk semua barang yang umumnya menjadi kebutuhan masyarakat banyak, baik berupa makanan maupun pakaian.” Jika ditinjau dari tujuan pelarangan ihtikar, pendapat yang dipilih oleh Imam Syaukani dan Imam Ramli lebih selaras dengan tujuan dilarangnya ihtikar, yaitu merugikan dan menyusahkan masyarakat.


Penulis:
Misbahul
Editor: Teuku Zulman Sangga Buana

Tags : fikihharamihtikarmenimbun barangminyak goreng

The author Redaksi Sahih