close
Kabar Nasional

Upaya Indonesia Menggapai Swasembada Gula Konsumsi

Sumber Foto: Ipp

Sebagai salah satu komoditas strategis yang terkait dengan hajat hidup orang banyak, permintaan terhadap gula saban tahun terus meningkat. Peningkatan konsumsi gula nasional tersebut terjadi tak lepas dari pertumbuhan industri makanan dan minuman dalam negeri dan juga peningkatan jumlah penduduk.

Diperkirakan pada tahun ini, kebutuhan gula di dalam negeri mencapai sekitar 6,48 juta ton, terdiri dari 3,21 juta ton gula kristal putih (GKP) dan 3,27 juta ton gula kristal rafinasi (GKR).

Hingga saat ini, mayoritas permintaan gula dalam negeri dipenuhi melalui mekanisme impor. BPS mencatat terjadi peningkatan impor gula selama beberapa tahun terakhir, dari 3,4 juta ton pada tahun 2015 menjadi 5 juta ton pada 2018 kemudian meningkat menjadi 5,45 juta ton pada 2021. Maka tak heran jika Indonesia menjadi importir gula terbesar di dunia dengan nilai impor gula Indonesia pada tahun 2020 mencapai USD 1,9 miliar atau 7,7% dari total impor gula dunia.

Adapun produksi gula konsumsi dalam negeri sejauh ini baru mampu memenuhi 2,35 juta ton dari total kebutuhan gula nasional, artinya terdapat gap 850.000 ton kebutuhan gula nasional jika berharap dari produksi gula dalam negeri.

Namun, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun lagi harapan untuk memenuhi kebutuhan gula konsumsi nasional dengan produksi dalam negeri dapat tercapai. Pasalnya, pemerintah telah mencanangkan swasembada gula dapat dicapai pada 2025, berdasarkan target yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Menuju Swasembada Gula

Dirjen Perkebunan Kementan, Andi Nur Alam Syah menyebutkan bahwa pihaknya telah memulai upaya mencapai swasembada gula dengan meningkatkan produksi dengan peningkatan produktivitas melalui program membongkar ratun tebu seluas 75.000 hektar dan perawatan ratun tebu mencapai 125.000 hektar dan dan perluasan lahan tanam tebu baru seluas 75.000 hektar yang salah satunya dipenuhi dengan cara konversi lahan sebagian perkebunan karet menjadi perkebunan tebu.

“Bongkar dan rawat ratun tersebut diharapkan mampu memberikan tambahan produksi serta memberikan produktivitas sebesar 850.000 ton gula konsumsi rumah tangga atau gula kristal putih dapat terpenuhi,” kata Andi dalam keterangan resmi.

Kementan juga mencatat bahwa dalam tiga tahun terakhir, terjadi peningkatan luas lahan tebu nasional. Menurut data Kementan, terjadi peningkatan dari 411 ribu ha menjadi 452 ribu ha selama 2019-2022. Sejalan dengan peningkatan tersebut, produksi gula di Indonesia pada 2021 juga meningkat secara tahunan.

Kemudian, strategi lain yang ditempuh untuk meningkatkan produksi agar mencapai swasembada GKP adalah meningkatkan rendemen di pabrik gula hingga 10%. Rendeman adalah tingkat efisiensi produksi gula di pabrik dari gula mentah. Saat ini, rentang rendemen di industri gula nasional adalah 7% – 8%. Untuk itu, harus ada peningkatan investasi di lahan tebu, bukan pabrik gula.

Selain itu, Kementan juga bersinergi dengan BUMN sebagai langkah untuk bersiap swasembada gula melalui kontribusi peningkatan produksi gula melalui peningkatan kinerja on farm dan off farm untuk swasembada gula. Salah satunya dengan revitalisasi pabrik gula yang dikelola anak usaha ID Food, yakni PT PG Rajawali II, dan peningkatan kinerja dengan pemberdayaan petani dan kemitraan petani.

Tak cukup hanya pemerintah saja, pihak swasta juga harus turut ambil bagian demi tercapainya target swasembada gula tersebut. Karenanya, Kepala Badan Pangan Nasional (BAPANAS), Arief Prasetyo Adi mengatakan peran Asosiasi Gula Indonesia dalam tata kelola gula nasional sangat penting. Ia berpesan agar Asosiasi dapat turut mendorong kolaborasi antara pabrik gula (PG) BUMN dan swasta.

“Saat ini eranya kolaborasi bukan persaingan yang dampaknya kerap mematikan salah satu pihak. Kolaborasi antara PG BUMN dan swasta sangat penting, apalagi di tengah keterbatasan bahan baku tebu yang masih terjadi. Sudah saatnya kita semua hand in hand saling bersinergi,” ujarnya.

Selain itu, ada beberapa strategi lain yang juga diterapkan oleh kementan untuk mencapai target swasembada pada 2025, yaitu identifikasi kesesuaian lahan baru untuk tebu, pemanfaatan lahan HGU yang terlantar, revitalisasi pabrik gula, investasi pabrik gula baru, dan perbaikan pola kemitraan antara pabrik gula dengan petani tebu.

Pabrik Baru

Setidaknya ada lima pabrik gula baru yang beroperasi dalam tiga tahun terakhir. Jumlah Investasi yang ditanamkan untuk menghidupkan pabrik-pabrik tersebut diperkirakan mencapai Rp20 triliun. Pabrik-pabrik baru tersebut didukung berbagai teknologi modern dengan kapasitas produksi rata-rata 8.000 – 12.000 ton per hari.

Kelima pabrik yang tergabung dalam Gabungan Produsen Gula Indonesia (Gapgindo) tersebut diperkirakan mampu memenuhi 18% kebutuhan gula konsumsi nasional pada tahun ini atau sejumlah 325.000 ton. Dan akan beroperasi maksimal pada 2024, dengan perkiraan produksi mencapai 600.000 ton per tahun. Artinya, pabrik-pabrik tersebut akan berkontribusi terhadap 20% total produksi gula di dalam negeri.

Deputi Agribisnis dan Pangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdalifah mengatakan bahwa pabrik gula anggota Gapgindo diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gula konsumsi nasional sehingga tidak perlu lagi mengandalkan impor.

“Mudah-mudahan nanti kita semuanya bisa berkontribusi maksimal untuk pemenuhan gula untuk konsumsi rakyat kita secara keseluruhan,” kata Musdalifah dalam acara Munas pertama Gapgindo di Jakarta, Kamis (9/06/2022).

Upaya-upaya tersebut telah mulai tampak dengan meningkatnya pertumbuhan industri gula nasional ditilik dari meningkatnya jumlah produksi dari 2,13 juta ton pada tahun 2020 menjadi 2,35 juta ton pada tahun 2021 dan diprediksi akan menjadi 2,5 juta ton pada tahun ini.

Pewarta: Misbahul
Editor: Nauval Pally Taran

Tags : bisniseksporgulaimporindonesia

The author Redaksi Sahih