close
KreativitasRagam

Menggalakkan Urban Farming untuk Menghadapi Krisis Pangan

Sumber Foto Ilustrasi: Pixabay

SAHIH.CO – Harga berbagai kebutuhan pangan yang kerap tidak stabil menjadi masalah serius yang perlu segera ditangani. Di samping itu, kelangkaan berbagai komoditas pangan juga mulai terus menghantui manusia sebagai imbas dari perubahan iklim.

Dari sekelumit masalah itu, home farming ‘urban farming’ menjadi sebuah wacana yang cukup menjanjikan bagi penduduk perkotaan. Sekaligus menjadi solusi dalam mengentas permasalahan pangan.

Selain sebagai kegiatan sampingan yang menyehatkan dan menghilangkan stres, home farming dinilai bisa menjadi solusi dalam memenuhi kebutuhan pangan, terutama bagi masyarakat perkotaan di masa-masa mendatang.

Hal tersebut didukung dengan data dari Badan Pangan Dunia (FAO), yang memproyeksikan bahwa pada tahun 2050 mendatang, penduduk dunia bisa mencapai 9,7 miliar orang. Di mana 68% dari penduduk dunia tersebut yang membutuhkan pangan adalah warga perkotaan.

Dilansir dari okezone, urban farming merupakan usaha pertanian yang hasilnya diperuntukkan untuk dikonsumsi sendiri atau bisa juga untuk dijual. Pertanian ini ditanam, atau dibudidayakan pada lanskap perkotaan, baik di pekarangan rumah, kebun, taman kota, hutan kota, atau lahan yang tidak termanfaatkan.

Kegiatan urban farming ini sangat penting bagi masyarakat Indonesia karena beberapa alasan sebagai berikut. Pertama, terjadi penyusutan luas areal sawah di pedesaan atau pinggiran kota akibat perkembangan industri. Seterusnya, lahan pertanian juga semakin menyempit tiap tahunnya akibat dikonversi menjadi kawasan permukiman.

Selain itu, jumlah petani tradisional pun semakin menurun dari waktu ke waktu, di sisi lain penduduk Indonesia semakin meningkat di masa mendatang sehingga kebutuhan pangan akan sangat tinggi.

Jenis tanaman yang biasanya ditanam pada home farming cukup bervariasi. Mulai dari sayuran hijau, seperti kangkung, bayam, pakcoy, selada, dan kale. Buah-buahan seperti tomat, stroberi, tin, jambu kristal, dan anggur. Tanaman obat seperti jahe, mint, dan lengkuas. Maupun tanaman hias seperti anggrek, lily, dan sebagainya.

Biasanya lahan yang bisa digunakan untuk home farming adalah pekarangan atau kebun di sekitar rumah, lahan tidur dan lahan kritis, ruang terbuka hijau seperti taman kota, dan bantaran sungai atau area di bawah jembatan layang

Selanjutnya, pengembangan home farming dari segi ekologi juga memberikan manfaat yang tidak sedikit, di antaranya, konservasi sumber daya tanah dan air, memperbaiki kualitas udara, menciptakan iklim mikro yang sehat, dan memberikan keindahan atau estetika.

Pengembangan urban farming secara terpadu dan berkelanjutan juga memiliki nilai kesehatan, edukasi, dan wisata. Padatnya wilayah perkotaan karena banyaknya pemukiman, kendaraan, dan fasilitas umum membuat pencemaran semakin meningkat. Adanya urban farming akan menjadikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) semakin bertambah dan mengurangi polusi yang ada. Selain itu, adanya RTH juga dapat dimanfaatkan untuk daya tarik wisata dan sarana edukasi bagi masyarakat.

Adapun model-model urban farming yang dapat diaplikasikan di kawasan perkotaan antara lain sebagai berikut: Berkebun menggunakan kontainer, pertanian vertikal, raised beds, keyhole gardens, community gardens, lasagna gardening, hidroponik, akuaponik, dan microgreen.

Penulis: M. Haris Syahputra
Editor: Arif Rinaldi

Tags : krisismasyarakatpanganpertanianurban farming

The author Redaksi Sahih