close
Esai

Saatnya OKI Lebih Aktif dalam Politik Internasional

Sumber Gambar: Arab News

Dewan Menteri Luar Negeri Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengadakan pertemuan ke-48 di Islamabad pekan lalu. Pertemuan itu adalah kesempatan penting lainnya bagi negara-negara anggota untuk bersatu dalam sebuah platform penting berskala internasional. Untuk sekitar dua miliar penganut Islam di seluruh dunia, yang merupakan sekitar 25 persen dari populasi global, peristiwa semacam itu meningkatkan harapan akan masa depan yang lebih baik dengan mengatasi masalah mereka yang paling serius. Seluruh dunia Islam telah menghadapi berbagai tantangan di bidang keamanan, politik dan ekonomi, bersama dengan dampak Covid-19, yang sedemikian parah memukul beberapa di antaranya.

Pertemuan OKI ini menyoroti beberapa masalah paling mendesak yang dihadapi komunitas Islam internasional. Terperangkap di tengah persaingan regional dan internasional dan ketegangan geopolitik, banyak negara anggota OKI merasa sulit untuk memimpin upaya perdamaian, keamanan, dan kemakmuran yang langgeng sambil mempertahankan identitas Islam mereka dan kepentingan nasional tertentu.

Muslim secara tradisional menyalahkan orang lain atas kesalahan mereka sendiri dalam hal kehilangan kesempatan dan kebijakan yang salah arah. Akan tetapi, ini tidak berarti bahwa orang lain tidak bertanggung jawab atas kemalangan umat Islam. Namun pertama-tama dan terutama, kita perlu meminta pertanggungjawaban pemimpin masa lalu dan masa kini kita sendiri atas masalah kita sebelum menuding orang lain. Dunia saat ini lebih rumit, mengingat bahwa negara-bangsa makin berusaha memajukan agenda nasional mereka sendiri meskipun dibatasi oleh realitas arsitektur global yang saling bergantung.

Tema OKI “Bermitra untuk Persatuan, Keadilan, dan Pembangunan” menyampaikan pesan yang kuat kepada seluruh dunia muslim. Perpecahan di antara negara-negara muslim, hambatan dalam pembangunan, dan ketidakadilan dalam masyarakat muslim adalah bidang utama yang membutuhkan perhatian pemerintah.

Situasi di negara asal saya, Afghanistan, adalah contoh yang bagus. Pada bulan Desember 2021, sesi khusus OKI diusulkan oleh Arab Saudi dan diselenggarakan oleh Pakistan untuk membahas situasi yang berkembang setelah runtuhnya Pemerintah Kabul Agustus [tahun] lalu dan krisis kemanusiaan yang muncul. Konferensi ditutup dengan pembentukan sebuah dana khusus untuk Afghanistan. Jika inisiatif ini berhasil, akan ada kebutuhan untuk memastikan bahwa sumber daya yang berharga dialihkan ke segmen yang paling layak di Afghanistan dan sektor-sektor kritis yang tidak hanya memberikan bantuan kemanusiaan yang mendesak, tetapi juga membantu merangsang ekonomi yang stagnan. Penting juga untuk menggunakan mitra pelaksana asli yang memiliki hati dan bukan hanya memikirkan kepentingan komersial, seperti yang biasa terjadi pada intervensi masa lalu di Afghanistan.

Dalam deklarasinya, OKI menyatakan solidaritasnya terhadap rakyat Afghanistan dan meminta penegakan hak asasi manusia, termasuk perempuan dan anak-anak. OKI, dengan perwakilannya yang hadir di negara itu, memiliki keuntungan tambahan dalam membujuk Pemerintah Taliban agar tidak menutup pintu pendidikan bagi gadis-gadis Afghanistan. Aturan berpakaian dengan tidak mengizinkan anak perempuan di atas kelas enam untuk bersekolah tidak masuk akal. Seragam anak perempuan di Afghanistan adalah salah satu yang paling sederhana dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Negara-negara muslim tertinggal dari negara-negara lain di dunia dalam hal sains, pendidikan, dan indikator pembangunan manusia lainnya. Tidak mengizinkan anak perempuan—yang merupakan setengah dari populasi negara itu—bersekolah hanya akan merusak visi OKI untuk dunia Islam.

Acara OKI pekan lalu menyentuh semua isu yang relevan dengan dunia Islam, termasuk terorisme internasional, ketidakstabilan politik, dan masalah ekonomi. Deklarasi konferensi yang tepat waktu dan mencakup semua masalah penting yang dihadapi komunitas muslim global menghadirkan agenda yang sangat ambisius dalam hal realisasi tujuan yang ingin dicapai. Sudah saatnya OKI makin kokoh dan aktif dalam politik internasional. Ia harus bertindak sebagai katalis dengan mengangkat suaranya dan membantu mengatasi beberapa masalah paling mendesak yang memengaruhi umat Islam di seluruh dunia, dari Afghanistan, Myanmar, hingga Bosnia-Herzegovina. OKI harus fokus pada isu-isu, seperti Islamofobia di negara-negara nonmuslim dan mempromosikan toleransi beragama dan hidup berdampingan secara damai di negara-negara Islam.

Penting juga bagi OKI terhubung lebih baik dengan platform kerja sama regional dan internasional lainnya yang sudah ada, melengkapinya untuk bersinergi dalam mewujudkan tujuan bersama yang ingin dicapai. Bukan isolasi yang membuat organisasi menjadi maju, melainkan konektivitas yang lebih baik dengan seluruh dunia. Pada akhirnya, OKI akan dinilai oleh umat Islam di seluruh dunia dan seluruh komunitas manusia melalui pencapaian dan kinerjanya.


Penulis:
Ajmal Syams
Ia adalah Wakil Presiden Partai Sosial Demokrat Afghanistan dan berbasis di Kabul. Dia adalah seorang Wakil Menteri Pemerintah Afghanistan sebelumnya.

Penerjemah: Muhajir Julizar
Editor: Teuku Zulman Sangga Buana

Sumber: Arab News

Tags : globalinternasionalislammuslimokitimur tengah

The author Redaksi Sahih