close
Feature

Ancaman Plastik di Balik Pandemi Global

Sumber Foto: Pixabay

Sejak pandemi Covid-19 dua tahun silam hingga hari ini, keadaan bumi seakan tampak lebih baik. Konsensus pemimpin negara-negara untuk membatasi gerak para penduduknya dengan lockdown, work from home, dan berbagai kebijakan lainnya berimplikasi positif pada penurunan polusi udara secara signifikan dan membuat udara terasa lebih bersih.

Jakarta misalnya, Indeks Kualitas Udaranya (IKU) sempat digambarkan berwarna hijau, yang sebelumnya akrab dengan kuning dan merah. Bahkan, Singapura sempat mengalami penurunan tingkat polutan hingga 38 persen.

Namun, dengan gerak terbatas, bahkan #dirumahsaja menjadi trending topik, ada satu hal yang terus meningkat, yang seolah ia tak dapat dibendung oleh keadaan apa pun. Ia adalah sampah plastik, pemeran utama untuk sejumlah persoalan lingkungan yang makin kemari kian memprihatinkan.

Peningkatan jumlah sampah plastik ditengarai oleh perubahan konsumsi dan perilaku masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dari BLHK Sinta Saptarina menyebutkan peningkatan jenis sampah plastik, kardus, styrofoam, dan sejenisnya terjadi 27 hingga 36 persen. Selain itu, limbah medis B3 berupa APD, hazmat, suntik, masker, selang infus, dan seperangkat alat pelengkap lainnya juga turut meningkat hingga 30 persen.

Baca juga: Apa Pengaruh Plastik terhadap Ekosistem Kita?

Ironisnya, per Februari 2021 hanya 120 dari 2.867 rumah sakit terdata yang memiliki izin pengelolaan limbah B3. Akibat tidak seimbangnya jumlah limbah B3 dengan tempat pengelolaannya, limbah berbahaya yang harusnya ditangani dengan berbeda ikut tercampur dengan sampah domestik, seperti yang terlihat di sejumlah TPA.

Timing Peng dan Peipei Wu dari Universitas Nanjing, Tiongkok menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 menyebabkan tingginya angka permintaan plastik sekali pakai yang makin meningkatkan tekanan pada masalah plastik global yang kian tidak terkendali.

Sementara itu, mengutip sebuah laporan di The Guardian per 8 November 2021 diperkirakan ada peningkatan 8,4 juta ton sampah plastik dihasilkan oleh 193 negara sejak awal pandemi dan sekitar 26 ribu tonnya berakhir mencemari lautan.

Hal lainnya yang juga mengkhawatirkan adalah masifnya penggunaan masker sekali pakai yang berakhir dibuang di sembarang tempat tanpa penangan khusus. Sampah masker yang tidak dikelola dengan baik akan terdegradasi menjadi ukuran lebih kecil yang makin memperburuk polusi sampah plastik yang sudah buruk.

Asia Pencemar Lautan

Lautan sudah sejak lama menjadi lokasi berakhirnya banyak sampah. Dari sekian juta ton sampah yang berakhir di lautan, Asia menjadi penyumbang yang paling produktif, berbanding lurus dengan jumlah penduduknya.

Tak terkecuali sampah plastik dan medis yang dihasilkan pada masa pandemi ini. 73 persen sampah yang berakhir di lautan seluruhnya berasal dari perjalanan yang tidak singkat. Sampah-sampah yang dibuang sembarangan, di jalanan atau TPA yang tertiup angin hingga tersapu ke selokan, terbawa aliran air hingga sampai ke sungai-sungai besar di seluruh penjuru Asia yang akhirnya berakhir ke lautan. Di antaranya adalah Sungai Shatt al-Arab di Irak tenggara yang membawa 5.200 ton sampah medis ke laut, Sungai Indus yang membawa 4.000 ton sampah, dan Sungai Yangtze yang membawa 3.700 ton sampah.

Prediksi Akhir Pandemi

Setelah dunia melalui dua tahun yang penuh dengan perjuangan, air mata, dan kisah haru, sejumlah ahli mulai melihat nasib baik pada penghujung tahun ini, mereka memprediksi pandemi akan berakhir dan kehidupan baru bisa benar-benar dimulai.

Namun demikian, sang virus pun seperti tak ingin kalah, ia terus-terusan bermutasi, hingga yang teranyar ia hadir dengan nama Omicron. Meski begitu, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus optimis bahwa pandemi ini akan berakhir pada penghujung tahun ini. Asumsi tersebut berdasarkan tingkat vaksinasi global yang terus meningkat.

Meskipun begitu, ada hal lain yang sepatutnya juga kita khawatirkan, selain virus tersebut. Akankah sepanjang tahun ini sampah-sampah juga akan meningkat dan berakhir seperti sebelumnya? Apakah lautan makin tercemar, air bersih akan langka, dan ikan-ikan teracuni mikroplastik?

Baca juga: Bom Waktu Itu Bernama Mikroplastik

Pada akhirnya, meski terbebas dari pandemi, kita juga akan menderita akibat perbuatan kita sendiri. Misalnya, teracuni oleh mikroplastik dari hasil ikan bakar di dapur rumah atau menghirup udara buruk pencemaran.


Penulis: Misbahul
Editor: Teuku Zulman Sangga Buana

Tags : bumilingkunganpandemiplastik

The author Redaksi Sahih