close
Sumber Foto Ilustrasi: Pixabay

Pada tahun 1995, Hollywood merilis film berjudul “Presiden Amerika”. Dalam adegan pidato penutup film, presiden menyerang salah satu lawannya, ia mengatakan, “Satu-satunya hal yang dia lakukan dengan baik adalah mengintimidasi sesuatu, dan kemudian menemukan seseorang untuk disalahkan dalam hal ini, dan inilah cara Anda memenangkan pemilihan.”

Perilaku ini mewakili pendekatan yang saat ini diikuti oleh beberapa politisi Amerika di Washington di lapangan. Politisi ini kecanduan menyalahkan orang lain atas masalah dan kesalahan yang mereka lakukan. Bukti untuk ini sangat banyak dalam administrasi Amerika modern. Di antaranya sebagai berikut.

  • Gedung Putih mengeluarkan pernyataan pada 5 Oktober 2022, yang menyatakan bahwa “Presiden AS kecewa dengan keputusan picik yang diambil oleh OPEC+ untuk memotong kuota produksi minyak sementara ekonomi global tengah mengatasi dampak negatif yang terus berlanjut dari invasi Presiden Rusia Putin dari Ukraina.”

Dalam pidatonya pada 7 Oktober, Presiden Biden berkata, “Semua yang kami peroleh untuk rakyat Amerika akan diambil dari kami. Harga semua makanan akan naik, bukan sebaliknya. Saya bisa menurunkan harga bahan bakar, tetapi sekarang naik karena apa yang dilakukan Rusia dan Saudi.”

  • Mengatakan Putin bertanggung jawab atas inflasi dan kenaikan harga bahan bakar di Amerika, Presiden Biden mengatakan, “Akan ada biaya yang harus ditanggung oleh warga negara Amerika karena kami harus menjatuhkan sanksi terhadap Rusia sebagai tanggapan atas perang Putin yang tak dapat dibenarkan.” Di sini, sebuah artikel di New York Times pada 10 Maret 2022 bertanya: Apakah rakyat Amerika setuju menyalahkan Putin atas kenaikan biaya, dan bukan Biden karena melancarkan perang ekonomi terhadap Rusia?
  • Gedung Putih mengirim surat tertanggal 17 November 2021, kepada Ketua Komisi Perdagangan Federal, yang menyalahkan perusahaan minyak dan gas Amerika atas harga bahan bakar yang tinggi, dan menuduh mereka mengadopsi perilaku yang merugikan konsumen.

Sebagaimana fakta yang dikonfirmasi, surat kabar Amerika ‘The Hill’ melaporkan pada 11 Januari 2022: “Pemerintahan Biden telah mengambil tidak kurang dari 25 tindakan yang menyebabkan harga energi naik, dan tidak akan mengakui dampak dari kebijakan ini, dan tidak diharapkan dari Presiden Biden, pemerintahannya, atau kaum liberal di Kongres untuk memikul tanggung jawab apa pun atas meningkatnya masalah ekonomi di negara ini sebagai akibat dari kebijakan mereka yang salah.”

Pada bagiannya, American for Prosperity Foundation menjelaskan pada 4 Desember 2021, bahwa harga produk minyak bumi di pompa bensin Amerika naik bahkan sebelum invasi Rusia ke Ukraina, sebagai akibat dari kebijakan yang salah yang diambil oleh pemerintahan Biden, seperti:

  • Penerapan peraturan baru yang mengatur emisi metana dari produksi, transportasi, penyimpanan dan distribusi minyak dan gas, dengan biaya $1 miliar per tahun.
  • Membatasi dan menghambat proyek energi dengan menghentikan sewa minyak dan gas baru di tanah dan perairan federal, membatalkan jalur pipa Keystone XL, dan menangguhkan sewa minyak dan gas di Suaka Margasatwa Nasional Arktik dan New Mexico, yang menaikkan biaya produksi energi.
  • Merumuskan kebijakan baru untuk pajak karbon di pasar listrik, dan mengenakan biaya baru untuk pembangkit listrik dan pajak tambahan untuk gas alam, pemanas rumah, minyak bumi, dan manufaktur untuk mendukung pembiayaan agenda Green New Deal (Kesepakatan Baru Hijau).

Intinya adalah bahwa “politisi Amerika telah jatuh ke dalam perangkap kesalahan, menuduh lawan mereka untuk menyenangkan pendukung politik mereka dan mengamankan suara untuk memenangkan pemilihan. Pendekatan ini telah mengakar di antara mereka sampai menjadi situasi normal karena perpecahan dan persaingan partai. Jebakan untuk menyalahkan akan terus membingungkan para pembuat kebijakan AS selama mereka terus percaya bahwa mengintimidasi musuh dengan menyalahkan akan mendorong mereka untuk menerima posisi mereka. Itulah yang dikatakan Profesor Universitas Georgetown R. Kent Weaver dalam artikelnya “Kepemimpinan politik dan perangkap kesalahan,” yang diterbitkan pada Maret 2013 sebagai bagian dari Studi Tata Kelola Institusi Brookings.

Arab Saudi, dengan perawakan politik, ekonomi, dan agamanya, mewakili Arab dan porsi besar Islam yang tidak dapat diabaikan selama menyangkut masalah Timur Tengah dan dunia. Rekam jejak Kerajaan dalam hal pertahanan yang tulus untuk kepentingan nasional, Arab, Islam, dan kemanusiaan terlihat jelas sejak era Pendirinya Raja Abdul Aziz hingga pemerintahan yang makmur dari Penjaga Dua Masjid Suci Raja Salman dan Putra Mahkota Mohammed Bin Salman. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika politisi Amerika selalu saling silang tuduhan, terutama selama pemilu, untuk memuaskan pendukung politiknya dari kelompok penekan dan menyembunyikan kegagalan dan kinerja negatifnya di depan pemilih.

Perilaku politik Amerika ini tidak lahir hari ini, dan tidak akan hilang esok. Itu telah diulangi terhadap kami selama beberapa dekade. Kepemimpinan Saudi yang bijak menyadari tujuannya, menanganinya dengan bijak, bekerja dengan percaya diri dan tidak takut, selalu mengingat kepentingan nasional, kemakmuran, dan perdamaian regional dan global.

Adalah tepat untuk memperjuangkan hal-hal berikut mengingat skenario internasional saat ini:

1) Meningkatkan aktivitas media asing Saudi untuk memastikan dampak yang lebih efektif dan berpengaruh di antara massa di Amerika dan Barat, dengan terus-menerus menyebarluaskan realitas yang berkaitan dengan kebijakan Saudi.

2) Mengantisipasi perkembangan dan bersiap menghadapinya karena posisi kita bukanlah bereaksi terhadap pernyataan di sini atau di sana, melainkan menjadi aktor yang efektif dalam menanggapi opini publik internasional.


Penulis:
Youssef bin Trad Al- Saadoun

Penerjemah: Muhajir Julizar
Editor: Arif Rinaldi

Sumber: Saudi Gazette

Tags : Amerika Serikatarab saudipolitiktimur tengah

The author Redaksi Sahih