close
Opini

Industrialisasi Hak Asasi Manusia: PBB Penuh dengan Korupsi

Sumber Foto Ilustrasi: iStock

Beberapa pekan lalu, kami menanyakan pendapat Anda tentang PBB.

Pekan ini, kami akan menampilkan jenis masalah yang dapat ditemukan di dalamnya.

Sebagian Anda mungkin menganggap ini sebagai perbuatan sia-sia. Mengapa umat Islam bahkan harus memperhatikan PBB? Organisasi itu ada dan memengaruhi umat Islam di seluruh dunia. Realitas ini, dengan sendirinya, seharusnya cukup menjadi alasan. Tambahkan ke jenis tuduhan yang akan Anda baca di bawah ini, dan Anda mungkin juga mulai bertanya-tanya apa yang harus diubah dalam apa yang dimulai sebagai upaya pasca-Perang Dunia II untuk menghilangkan kejahatan kemanusiaan dari dunia.

Tuduhan terbaru terkait dengan Organisasi Kesehatan Dunia di Suriah, tetapi itu jauh dari tanda-tanda pertama pelanggaran oleh PBB.

Dugaan Korupsi Terbaru

Associated Press (AP) News telah merilis penyelidikan lain mengenai dugaan korupsi di dalam badan PBB lainnya—Organisasi Kesehatan Dunia.

Sementara penyelidikan yang dilakukan oleh Associated Press terkait kasus tersebut lebih berfokus pada hubungan antara tindakan WHO di Suriah dan bagaimana hal itu merugikan bantuan COVID di sana, saya ingin lebih memperhatikan bagaimana korupsi jenis ini memengaruhi kelompok yang paling rentan, termasuk umat Islam. Lagi pula, korupsi semacam ini pasti tidak terbatas pada WHO.

Perwakilan WHO Suriah, Akjemal Magtymova, dituduh oleh para staf menyalahgunakan ribuan dolar dana PBB, menyuap pejabat Suriah, dan menunjukkan pengabaian terang-terangan terhadap iklim di mana dia bekerja (yaitu, Suriah yang dilanda perang) dan orang-orang yang dia layani. Dia mengeklaim bahwa tuduhan ini adalah “fitnah.”

Anda tidak perlu dipandu melihat daftar lengkapnya— pesta $11.000, tinggal di kamar mewah di Four Seasons Damaskus— ini adalah jenis gaya hidup yang dipertahankan oleh anggota staf WHO ini.

“Dokumen keuangan menunjukkan Magtymova pernah mengadakan pesta dengan biaya lebih dari $10.000— sebuah pertemuan yang sebagian besar diadakan untuk menghormati pencapaiannya sendiri dengan biaya WHO, kata staf”

“… para pejabat mengatakan kepada penyelidik agensi bahwa Magtymova ‘memberikan bantuan’ kepada politisi senior di rezim Suriah dan diam-diam bertemu dengan militer Rusia, potensi pelanggaran netralitas WHO sebagai organisasi PBB. Para staf meminta untuk tidak disebutkan namanya karena takut akan pembalasan; tiga telah meninggalkan WHO.”

Ke mana pun Anda pergi di dunia, baik itu di Timur atau Barat, Anda pasti akan menemukan beberapa bentuk korupsi. Sayangnya, siapa pun yang telah menghabiskan sedikit waktu di banyak negara mayoritas Muslim menyadari betapa maraknya penyuapan (yang tentu saja haram) dan fakta bahwa seseorang benar-benar harus berjuang untuk menghindari agar tidak tertekan ke dalamnya.

Tapi ini PBB. Bukan satu orang miskin yang mencoba bertahan di negaranya. Dan suap tidak berhenti di Suriah.

Reuters melaporkan pada tahun 2016:

“Kantor investigasi internal Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menemukan penyimpangan serius dan kegagalan uji tuntas dalam interaksi badan dunia itu dengan organisasi yang terkait dengan dugaan skema suap yang melibatkan mantan presiden Majelis Umum PBB.

Penuntut AS mengatakan [Presiden Majelis Umum, 2013-2014, John] Ashe menerima suap $1,3 juta dari pengusaha Cina termasuk Ng Lap Seng, seorang miliarder pengembang real estate yang mengepalai Sun Kian Ip Group yang berbasis di Makau dan sedang berusaha untuk membangun pusat konferensi yang disponsori PBB di Makau.”

Ashe meninggal sebelum persidangan atas dakwaannya dimulai.

Apa yang dituduhkan pada WHO di Suriah menjadi perhatian yang signifikan, tidak harus karena COVID (ini adalah topik lain) tetapi karena dugaan pengabaian total terhadap mereka yang seharusnya menjadi fokus— Suriah.

Ini negara yang benar-benar hancur, dihantam oleh perang— dan terus berlanjut. Mereka menderita kolera, sanitasi yang buruk, kekurangan panas, dan kekurangan kebutuhan pokok.

Tapi Magtymova rupanya punya waktu dan dana untuk mempekerjakan para profesional untuk membuat video stafnya menari untuk ‘hal’ “tarian flash mob global” (maaf, tapi sejujurnya saya menganggap ini tidak layak dipahami lebih dari itu). Apakah pekerjaan itu begitu nyaman sehingga tidak memungkinkan kenyataan untuk campur baur bahkan ketika berbasis di negara yang dilanda perang?

Seorang politisi oposisi Suriah menanggapi video flash mob yang dirilis oleh WHO di Suriah (atas arahan Maftymova ) sebagai berikut:

“Organisasi seharusnya (sebagai gantinya) memfilmkan kondisi bencana rakyat kami dan menuntut keadilan.”

Sementara tanggapan Magtymova mendidih sekaligus menggelikan, satu hal yang pasti tidak mengejutkan:

“’Pesan saya di sini adalah meminta Anda untuk tidak berkecil hati,’ katanya kepada staf. ‘Kami memiliki pekerjaan penting yang harus dilakukan dan tanggung jawab besar bagi orang-orang, kami telah melakukan sesuatu yang benar-benar di luar kebiasaan: kami berani untuk bersinar.’”

Dia akan menjadi politisi yang hebat. Jika semua kondisinya gagal di PBB, Biden/Harris dapat mempekerjakannya sebagai penulis pidato baru.

Saya pikir itu layak untuk direnungkan:

Sampai sejauh mana PBB seperti Uni Soviet pada kejatuhannya, sebuah badan yang terlalu birokrat di mana tidak ada yang yakin ke mana perginya dana yang dialokasikan dan bagaimana pekerjaan dikelola?

Pertimbangkan poin ini dari AP (2017):

“Situasi di Kongo, saat itu, sangat kompleks sehingga negara menjadi tuan rumah misi penjaga perdamaian PBB untuk mengelola konflik kekerasannya sendiri sambil juga mengirim personel misi penjaga perdamaian ke negara lain.”

Jika PBB tetap diperlukan, maka mungkin utamanya PBB harus digunakan sebagai forum bagi pemerintah untuk bertemu dan mengumpulkan statistik global. Badan-badannya dapat diperkecil, dengan dorongan sebanyak mungkin untuk mencoba dan memecahkan masalah-masalah lokal secara lokal.

Monetisasi ‘hak asasi manusia’ harus dihindari sebisa mungkin, karena menurut saya hak asasi manusia telah menjadi industri yang tidak memberi sebanyak yang dibutuhkan.

Tuduhan Pemerkosaan Anak

Kembali pada tahun 2017, ditemukan (juga melalui laporan Associated Press) bahwa Penjaga Perdamaian PBB, juga dikenal sebagai ‘helm biru,’ menjalankan sex ring—lingkaran seks (sejenis pesta sex) anak di Haiti, mengeksploitasi kondisi miskin orang-orang di sana dan menukar seks dengan makanan:

“Di sini, di Haiti, setidaknya 134 pasukan penjaga perdamaian Sri Lanka mengeksploitasi sembilan anak dalam lingkaran seks dari tahun 2004 hingga 2007, menurut laporan internal PBB yang diperoleh AP. Setelah laporan itu, 114 penjaga perdamaian dipulangkan. Tidak ada yang pernah dipenjara.”

Seperti yang dijelaskan artikel tersebut, yang membuat situasi ini makin sulit adalah bahwa helm biru, meskipun merupakan bagian dari Penjaga Perdamaian PBB, sebenarnya tidak berada di bawah yurisdiksi PBB. Mereka berada di bawah yurisdiksi negara mereka sendiri. Rincian persis dari apa yang terjadi sangat mengerikan dan menjijikkan, dan mereka melampaui tahun 2007 dan juga melampaui Penjaga Perdamaian Sri Lanka. Saya tidak tahan untuk mengetik lebih dari itu.

Seorang pengacara Haiti sebenarnya bekerja untuk mendapatkan kompensasi bagi para wanita yang dibiarkan hamil oleh Penjaga Perdamaian. Pengacara itu mengatakan sebagai berikut:

“’Bayangkan jika PBB pergi ke Amerika Serikat dan memerkosa anak-anak dan membawa kolera,’…’Hak asasi manusia tidak hanya untuk orang kulit putih yang kaya.’”

PBB mengatakan mereka akan melakukan penyelidikan:

“Pada bulan Maret [2018], Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengumumkan langkah-langkah baru untuk mengatasi pelecehan dan eksploitasi seksual oleh pasukan penjaga perdamaian PBB dan personel lainnya. Tetapi proklamasi itu terdengar akrab: Lebih dari satu dekade yang lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa menugaskan sebuah laporan yang berjanji untuk melakukan hal yang sama, namun sebagian besar reformasi tidak pernah terwujud.

Selama dua tahun penuh setelah janji itu dibuat, anak-anak di Haiti diwariskan dari tentara ke tentara. Dan pada tahun-tahun berikutnya, penjaga perdamaian telah dituduh melakukan pelecehan seksual di seluruh dunia.”

AP mencatat pada 2017:

Investigasi AP bulan lalu menemukan bahwa dalam 12 tahun terakhir hingga Maret, diperkirakan 2.000 tuduhan pelecehan atau eksploitasi seksual telah ditujukan kepada personel dan penjaga perdamaian PBB.”

Insiden ini terjadi di berbagai lokasi, dari Haiti hingga Kongo, hingga Republik Afrika Tengah.

Menjadi Musuh Terburuknya Sendiri

PBB didirikan setelah Perang Dunia II, yang digambarkan sebagai upaya untuk tidak pernah lagi membiarkan kejahatan terhadap kemanusiaan dilakukan. Jika tuduhan pemerkosaan, penyuapan, penyalahgunaan dana, dll., adalah benar, lalu bagaimana dengan misi mereka?

Lebih dari itu, bagaimana nasib orang-orang yang seharusnya mereka bantu?

Pemikiran saya adalah bahwa beberapa badan PBB seperti Program Pangan Dunia dapat membantu dalam situasi yang akut dan mengerikan. Meskipun demikian makin sulit untuk mempercayai agen mana pun dalam organisasi yang begitu terjangkit oleh masalah besar. Tambahkan ke elemen karier, yaitu, mereka yang ingin menaiki tangga PBB (ya, pasti ada) dan mungkin lupa mengapa mereka memasuki pekerjaan itu sejak awal, dan saya bertanya-tanya apa yang tersisa dari tujuan awal PBB.

Meski begitu, ini juga karena beberapa pegawai PBB yang kami ketahui tentang tuduhan terkait apa yang sedang terjadi di Suriah.


Penulis:
Dr.Tumadir

Penerjemah: Muhajir Julizar
Editor: Arif Rinaldi

Sumber: Muslim Skeptic

Tags : baratglobalHAMislamkemanusiaanmuslimPBB

The author Redaksi Sahih