close
KalamResonansi

Lovecraft: Kisah Horor Ateistik yang Bertentangan dengan Islam

Sumber Foto Ilustrasi: iStock

H.P. Lovecraft (1890-1937) umumnya dianggap sebagai penulis fiksi horor modern paling berpengaruh.

Mereka yang mengikuti genre ini setelahnya, seperti Stephen King, mengaku berhutang budi pada buku-bukunya.

Pengaruh Lovecraft juga sebenarnya melampaui genre ini. Michel Houellebecq (novelis Prancis kontemporer yang paling banyak dibaca), meskipun tidak pernah menulis novel horor, masih menganggap dirinya sebagai murid Lovecraft. Dia bahkan menulis seluruh esai tentang dia pada tahun 1991.

Faktanya, Lovecraft adalah sosok yang menonjol di industri itu karena telah menciptakan “alam semesta Lovecraftian” miliknya sendiri, yang umumnya digambarkan sebagai “kosmik horor”. Hal ini mengacu pada fakta bahwa dalam tulisannya, manusia kehilangan tempat sebagai pusat alam semesta dan bahkan dituduh mencuri ruang dari makhluk dunia lain.

Kengerian “metafisik” inilah yang menonjol dari Lovecraft, yang membedakannya dari murid-muridnya di kemudian hari yang menggantikannya seperti Stephen King yang disebut di atas, yang karya-karyanya berkisar pada masalah yang lebih “duniawi” (kecemasan khas dan keberadaan skizoid dari individu-individu yang teratomisasi yang tinggal di pinggiran kota Amerika, biasanya para remaja).

Namun yang menjadi relevansi khusus bagi kita adalah bahwa penurunan metafisik (atau ontologis) Lovecraft dari kemanusiaan, yaitu, “anti-humanisme”-nya, berasal dari dogmanya sebagai ateis radikal.

Ateisme sebagai Anti-Humanisme

Kritikus sastra India-Amerika, S.T. Joshi, dianggap sebagai otoritas global di Lovecraft. Pada tahun 2010, ia mengedit kumpulan esai dan surat Lovecraft dengan judul Against Religion: The Atheist Writings of H.P. Lovecraft.

Dilihat dari judulnya, tidak mengherankan jika kata pengantarnya ditulis oleh Christopher Hitchens (1949-2011), mendiang jurnalis Inggris-Amerika yang dikenal sebagai “Ateis Baru” yang paling vokal. Dan tentu saja “Ateis Baru” ini adalah kelompok ateis yang sangat ganas dan militan, pasca-9/11.

Baca juga: Ateisme Tidak Selaras dengan Metode Ilmiah: Wawancara Bersama Fisikawan Teoretis Pemenang Templeton Prize

Hitchens menulis pada halaman vii-viii sebagai berikut.

“Senang membaca—dan merekomendasikan—karya H.P. Lovecraft […] Penulis yang tidak biasa ini memutuskan untuk menghadapi masalah yang dihadapi semua orang yang reflektif. Seberapa besar kemungkinan bahwa kehidupan manusia adalah hasil dari sebuah desain? […] Cukup mudah untuk mengatakan bahwa dia pertama kali mengungkapkan keberatannya terhadap teisme ketika dia merenungkan subjek favoritnya, yaitu kosmik. Dibutuhkan arogansi tertentu bagi manusia, begitu dia menemukan tempat sebenarnya dari titik global kita di galaksi ini, apalagi kecepatan galaksi ini di alam semesta, untuk berasumsi bahwa semua dimaksudkan dengan dirinya sendiri sebagai objek yang sudah ada.

Seorang ateis yang mengkritik argumen dari sebuah desain bukanlah hal yang mengejutkan. Para ateis mempersenjatai diri dengan evolusi Darwin, dan Darwin pertama kali menimbulkan kontroversi ketika ia menyangkal analogi pembuat jam terkenal dari filsuf Kristen William Paley (bayangkan Anda sedang berjalan dan Anda melihat sebuah arloji di pasir; tentu saja mesin rumit seperti itu tidak mungkin muncul begitu saja dengan sendirinya; Anda pada akhirnya akan berasumsi bahwa ada pembuat jam; dan dengan demikian, dengan cara yang sama, kita memahami bahwa ciptaan juga memiliki pencipta yang cerdas).

Darwin, yang menganggap Paley sebagai mahasiswa teologi, menolak gagasan perancangan cerdas melalui mekanisme seleksi alamnya.

Harus dicatat bahwa para ilmuwan kontemporer bergerak kembali kepada argumen perancangan cerdas. Ahli kimia Brasil, Marcos Nogueira Eberlin dalam bukunya Foresight (bacaan mudah yang saya rekomendasikan) misalnya. Namun, seleksi alam bukanlah subjek dari artikel yang ada.

Yang membingungkan adalah cara Lovecraft dan Hitchens melampaui sensor standar dari argumen perancangan cerdas. Lagi pula, jika tak ada perancangan untuk alam, mengapa ada perancangan untuk kemanusiaan?

Bukankah manusia juga “tidak sempurna” dan dengan demikian “dapat ditingkatkan”? Mungkin melalui transhumanisme?

Dan dengan demikian anti-humanisme dari ateis radikal ini menjadi jelas. Dalam pandangan dunia materialis dan evolusioner, kemanusiaan adalah sesuatu yang harus dimodifikasi, baik melalui rekayasa sosial dan propaganda ateistik massa (Hitchens) atau modifikasi ilmiah-teknologi (transhumanis).

Selain kata pengantar Hitchens dalam buku tersebut di atas, tentu saja kita juga memiliki tulisan Lovecraft sendiri.

Bagian yang sangat menakutkan adalah bab berjudul The Insignificance of Man, yang aslinya surat (tahun 1916).

Kita baca di hlm. 11-12:

“Namun setelah semuanya, apa itu kehidupan dan apa tujuannya? Apa hak manusia secara sewenang-wenang untuk menganggap dirinya penting dalam penciptaan? […] Oleh karena itu kita dapat memahami bahwa ras manusia hanyalah sesuatu yang sesaat […] Kita, ras manusia hanyalah kejadian sepele dalam sejarah penciptaan […] Siapa yang dapat mengatakan bahwa manusia memiliki jiwa sedangkan batu tidak memilikinya? Mungkin hal terbaik yang bisa dilakukan seorang pria adalah memusnahkan dirinya sendiri! […] Adalah hak dan kewajiban kita untuk membentuk manifestasi kecil dari karakter manusia sedemikian rupa sehingga seluruh ras dapat memperoleh rasa sakit dan kesengsaraan paling sedikit dari ironi menyedihkan yang dikenal sebagai “kehidupan” […].

Sisa buku ini memiliki nada yang sama. Dia menghina agama sambil memuji ateisme dan materialisme. Sungguh pandangan keberadaan yang sengsara dan menyedihkan. Dia pada dasarnya melihat umat manusia sebagai kecelakaan kosmik tanpa harapan terhadap kehidupan yang benar-benar bertujuan—dan bahkan tidak layak untuk hidup. (Menurut Lovecraft, pemilik sebenarnya dari dunia adalah entitas kosmik yang mengerikan seperti Cthulhu).

Akan tetapi Lovecraft hanya mencoba agar koheren. Bagaimanapun, begitulah kehidupan dari sudut pandang ateistik dan materialistis murni.

Sangat menarik bagaimana umat Islam menggunakan pengamatan yang sama tetapi kesimpulan mereka justru sebaliknya. Bagi kita, adanya alam semesta yang sangat besar dan luas ini, yang alih-alih menganiaya kita, justru menarik kita untuk menyembah Pencipta kita.

Sebagai contoh, kita membaca dalam Al-Qur’an, 41:53.

“Kami akan menunjukkan kepada mereka tanda-tanda Kami di alam semesta dan di dalam diri mereka sendiri sampai menjadi jelas bagi mereka bahwa ‘Quran’ ini adalah kebenaran. Tidak cukupkah Tuhanmu menjadi Saksi atas segala sesuatu?

Apakah itu galaksi yang besar dan luas ataupun kehidupan jiwa kita yang sempit dan terbatas, semuanya adalah tanda bagi kita. Semuanya membuat kita lebih kukuh. Juga, di sisi lain, semuanya menjadikan ateis, dengan materialismenya, makin melemah.

Kenyataannya, Lovecraft adalah penulis horor modern yang paling representatif karena modernisme itu sendiri tidak lain adalah sebuah pertunjukan horor.


Penulis:
Bheria

Penerjemah: Muhajir Julizar
Editor Substantif: Nauval Pally Taran
Editor Naskah: Arif Rinaldi

Sumber: Muslim Skeptic

Tags : ateismefilmhororislammodernismenovel

The author Redaksi Sahih