close
Tips

Hal-Hal Sederhana yang Dapat Mengurangi Jejak Karbon dan Emisi Gas Rumah Kaca

Sumber Foto: Pixabay

SAHIH.CO – Setiap kegiatan yang dilakukan, barang yang digunakan, dan produk yang dikonsumsi akan selalu memberikan pengaruh dan dampak terhadap lingkungan. Di antara beragam aktivitas dan kegiatan tersebut ada yang dapat memicu peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer bumi.

Gas-gas di atmosfer yang dapat menangkap panas matahari disebut gas rumah kaca. Adapun yang termasuk dalam gas rumah kaca yang ada di atmosfer sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden RI No. 71 Tahun 2011 tentang Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional, antara lain adalah karbon dioksida (CO2), nitrogen dioksida (N2O), metana (CH4), dan freon (SF6, HFC, dan PFC).

Pada dasarnya, kegiatan manusia sehari-hari memang akan menghasilkan gas rumah kaca. Hanya saja, terjadi peningkatan yang drastis terhadap emisi gas CO2 sejak tahun 1950-an, seiring dengan pesatnya perkembangan industri yang tentu saja akan menyerap dan mengonsumsi banyak energi pula.

GRK ialah gas yang terkandung dalam atmosfer, baik secara alami maupun dari kegiatan manusia (antropogenik) yang menyebabkan energi dari sinar matahari tidak dapat terpantul keluar bumi atau terperangkap di atmosfer. Adapun jejak karbon, sebagaimana dimuat dalam laporan penelitian “A Definition of ‘Carbon Footprint’” oleh Thomas Wiedmann dan Jan Minx, merupakan jumlah dari emisi gas rumah kaca secara langsung maupun tidak langsung yang disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Jejak karbon sendiri terbagi dua, yaitu jejak karbon primer dan jejak karbon sekunder. Jejak karbon primer adalah emisi gas rumah kaca yang bersifat langsung yang biasanya berasal dari hasil pembakaran bahan bakar fosil. Sementara itu, jejak karbon sekunder merupakan emisi gas rumah kaca yang bersifat tidak langsung yang dihasilkan dari peralatan-peralatan elektronik rumah tangga atau penggunaan listrik sehari-hari

Ada banyak dampak buruk yang dapat timbul akibat gas rumah kaca yang berlebih ini, seperti dampak terhadap lingkungan, kesehatan, dan ekonomi. Misalnya, meningkatnya risiko kebakaran hutan, meningkatnya risiko epidemi penyakit infeksi dan risiko kehidupan manusia, meningkatnya kejadian kebanjiran dan kekeringan, menurunnya produksi pertanian disebabkan oleh kekeringan dan kebanjiran, penurunan sumber daya air secara kualitatif maupun kuantitatif, meningkatnya erosi dan kerusakan infrastruktur, dan menurunnya potensi tenaga pembangkit listrik di daerah rawan kekeringan.

Hanya saja, dampak-dampak tersebut dapat kita minimalisasi dengan berbagai langkah sederhana. Dilansir dari sustaination.id, langkah-langkah untuk mengurangi emisi karbon dapat dilakukan dari beragam aspek dan kategori. Misalnya, Green Commute and Be Active, yakni dengan lebih banyak berjalan kaki atau naik sepeda ketika bepergian jarak dekat, menggunakan alternatif kendaraan umum untuk menurunkan konsumsi bahan bakar fosil pribadi, memilih kendaraan pribadi yang hemat bahan bakar, dan memilih BBM dengan oktan yang sesuai dengan mesin kendaraan agar lebih hemat energi dan emisi karbonnya terkendali.

Go Local, yaitu dengan mengonsumsi bahan makanan lokal—kurangi sayur, buah, serta camilan impor, belanja di warung dan pasar tradisional, dan menanam sayur dan buah sendiri di rumah. Less Meat, More Plants, yaitu dengan mengurangi konsumsi makanan dengan jejak karbon produksi yang tinggi, menanam pohon penghasil oksigen, dan bergabung dalam aktivitas reforestasi.

Selanjutnya, Be Efficient, yaitu dengan cara menghemat energi—melepaskan semua peralatan elektronik yang sedang tidak digunakan, menghemat air, menggunakan peralatan elektronik yang hemat energi. Own less, Waste less, Live more, yaitu dengan hanya membeli barang yang benar-benar dibutuhkan, mengurangi dan mengolah sampah di rumah, serta mengompos sisa organik.

Yang terakhir, Speak up, yaitu dengan mendukung penggunaan sumber energi alternatif dan terbarukan, serta melakukan kampanye mengenai krisis iklim. Hal ini agar lebih banyak orang yang tersadarkan akan dampak krisis iklim terhadap eksistensi peradaban manusia.


Penulis: M. Haris Syahputra
Editor: Teuku Zulman Sangga Buana

Tags : alambumiemisikarbonlingkungan

The author Redaksi Sahih